Quantcast
Channel: saladbowldetrois
Viewing all articles
Browse latest Browse all 585

Malicious: the Kidnapping Job [2/2]

$
0
0

malicious1

-

“Kau pernah mendengar kemungkinan untuk meminum air laut, Geng?” Jungsoo bertanya, memainkan jari telunjuk kanannya di bibir sebuah gelas tinggi berisi minuman bening dengan tiga buah es batu mungil melayang-layang di dalamnya. Lelaki itu menahan teleponnya di antara telinga kiri dan bahunya, duduk sendirian di ruangan yang selama ini selalu menjadi satu-satunya tempat di gedung itu, di mana semua kru berkumpul.

Terdengar helaan napas di seberang, dan Jungsoo tahu bahwa mungkin Hangeng tengah berada dalam kondisi penyamarannya. Sambungan nirkabel yang semula menghubungkan radio receiver-nya dengan seluruh anggota kru kini benar-benar terputus, dan Jungsoo seharusnya menyempatkan diri untuk setidaknya bersyukur karena masih ada Hangeng dan Kyuhyun yang masih tersambung padanya.

Sebenarnya proyek ini sederhana. Jessica Jung melakukan riset tentang mengubah air laut menjadi air layak konsumsi. Dia juga merencanakan tentang tata letak kota di sekitar lepas pantai. Aku menemukan file-file ini di komputernya, tentang perkembangan riset miliknya sejauh ini. Ya Tuhan, dia akan mendapatkan banyak sekali keuntungan, ide ini brilian. Pantas saja Jaebum sangat menginginkannya. Perusahaannya bergerak di bidang air bersih yang belakangan ini belum melakukan inovasi apapun.”

“Oh ya. Kyuhyun, aku sempat mencuri dengar dari salah satu pegawai di perusahaan itu, ah, mungkin dia tangan kanan Jaebum atau apa. Mungkin lelaki itu benar-benar sudah menyiapkan segalanya. Tentang tim ekspedisi yang dikirim untuk melakukan pencarian terhadap material-material yang akan dibutuhkan nanti.”

Jungsoo menggaruk dahinya. “Dan material-material itu adalah?”

Suara tombol yang diketik pelan, dan Jungsoo yakin Kyuhyun tengah bermain-main dengan komputernya sekarang, membuka-buka pagar pertahanan di sana-sini—yeah, walaupun dia ingat tadi anak itu sempat mengomel soal virus yang mengumpan balik.

“Kain, pasir silika1, karbon aktif2, piropilit3, dan resin amberlite4. Aku tidak tahu betul soal jenis kainnya, Jessica hanya menyebutkan ‘kain yang berwarna putih’ lalu keempat material lainnya juga harus melalui proses tersendiri. Mari kita lihat—“

Jungsoo memijat keningnya, meraih gelas tinggi di hadapannya, lalu menyesapnya perlahan.

“—akan ada proses filtrasi, pertukaran ion, dan destilasi. Material disusun rangkap tiga, um… ya, proses aktivasi. Piropilit harus dioven pada suhu 5000C, direndam HCl—ah, seriously?!—lalu disaring menggunakan aquades5. Oh, oh, aktivasi karbon aktif juga keren! Man, kuharap seseorang memasukkanku dalam proyek ini. Ini jeniu—“

“Jo Kyuhyun…”

“—ah ya. Maaf, Hyung, tidak pernah berpikir untuk mengkhianati kru. Baiklah, kita lanjutkan. Jessica sudah melakukan uji coba sebelumnya, jadi dia sudah memiliki back-up kuat saat mengajukannya nanti. Yep, sesuai perkiraanku. Dia tinggal mengajukan proyek ini, melakukan beberapa persetujuan, dan alat ini akan diciptakan. Mari lihat hasilnya… nah! Air hasil proses memiliki kesadahan6 92,86 mg/liter, jauh di bawah ambang batas kesadahan yang diperbolehkan. Yep. Nona Jung berhasil melakukannya. Dia menghasilkan air bersih dan garam dalam sekali proses.”

She did it.” Jungsoo bergumam.

“Yep. Dan karena itulah Park Jaebum benar-benar bersemangat untuk merenggut proyek ini darinya. Ini ide brilian, Hyung.”

“Bagaimana dengan yang lainnya?” Lelaki itu menyingkirkan gelas tingginya yang kini benar-benar kosong. “Masih tidak ada kemajuan, kah?”

-

Sore yang malas.

Oh, tapi tentu saja kalimat di atas bukan berarti waktu sore yang pantas untuk dinikmati oleh Kyuhyun dengan bersantai di kursi malas, mematikan ratusan pesawat alien di komputernya, atau menonton televisi, atau bahkan membaca komik dewasa yang ia ambil diam-diam dari lemari penyimpanan komik milik Hyukjae-hyungnya. Tambahan. Kemungkinan yang terakhir itu hanya sekian persen di bawah angka paling minimal, tentu saja, karena Lee Hyukjae akan selalu menjaga barang-barangnya aman di tempat.

Jungsoo pernah bertanya sekali pada anak itu tentang bagaimana keadaan bagian dalam van yang memungkinkan bagi Kyuhyun untuk menunggu berjam-jam di dalamnya, sementara anggota tim yang lain berpencar ke tempat-tempat tertentu. Meja kayu, check. Keranjang penuh snack, check. Televisi dengan ukuran layar besar, check. Bahkan Jungsoo pernah mengiyakan permintaan Kyuhyun untuk membawa masuk mesin soda. Untunglah Heechul ada di sana dan Kyuhyun berakhir dengan memar jitakan di kepalanya.

Ini sudah kesekian kalinya Kyuhyun melarikan kesepuluh jarinya menyisiri rambut hitam yang kini lebih mirip dikatakan penghias sapu ijuk dibanding mahkota kepala setiap orang. Beberapa bungkus makanan kecil berserakan di sekitar kakinya, juga dua kaleng soda yang sudah kosong, stik es krim, dan kartu uno—entah anak itu mengajak main siapa.

Hyung, demi Tuhan, jawab panggilannya….”

Nihil. Semua sambungan terputus. Dengan Hyukjae, Siwon, bahkan Donghae. Jangankan pada receiver yang dibekalkan Jungsoo pada mereka, ponsel Donghae juga benar-benar tidak bisa dihubungi. Kyuhyun bahkan sudah berkali-kali mengecek nominal kartu server di ponselnya. Tidak lucu jika alasan ia tak bisa menghubungi siapapun lewat ponsel hanya karena ponselnya belum berbayar.

Kesembilan kamera pengaman yang berhasil diretasnya kini mulai mengajukan balas dendam satu persatu. Dimulai dari kamera pengaman di lobi utama. Setengah jam yang lalu, ia masih sempat menemukan Hyukjae yang berkali-kali melewati tempat yang sama, melakukan tugasnya mungkin, namun detik berikutnya, layar itu menghitam tanpa sebab.

Kyuhyun hanya bisa berdoa saat satu-satunya layar yang masih berbaik hati padanya adalah layar yang menunjukkan area tempat Jessica Jung disekap. Walaupun receiver mereka mulai tidak bekerja pada saat itu, setidaknya Donghae masih cukup pintar dengan memberikan bahasa isyarat ke arah kamera—bukan bahasa isyarat yang mengatakan kau menyerah dalam suatu tantangan, tentu saja—dan ketika Kyuhyun mulai mengerti maksud Donghae, kegelapan di layar seolah mencemoohnya.

“Masih tidak ada kemajuan, kah?”

Lelaki jangkung itu terlonjak. Sebuah kata yang terdiri dari empat huruf kapital, berwarna merah, dan hilang-timbul di layar seakan mengejeknya habis-habisan. Belum lagi ditambah suara seperti sirine kebakaran yang mengikuti efeknya dan sama sekali tidak bisa dimatikan. Maka, Kyuhyun hanya cukup menendangkan kakinya ke speaker komputer. Toh Jungsoo-hyungnya bisa membelikan satu yang baru nanti.

“Negatif.” Kyuhyun menghela napas pelan, mengempaskan dirinya ke senderan kursi. “Aku bahkan tidak bisa melacak ponsel Donghae-hyung. Semuanya hilang dari jangkauanku.”

Jungsoo tidak membalas.

Dengan kata lain, Kyuhyun tidak mendengarkan apa-apa lagi di receiver-nya. Sebagian dirinya mengutuk habis-habisan oknum yang telah melukai sistem jaringan komputernya dengan virus. Ia bahkan tidak bisa mengumpannya balik seperti semula. Ya. Ingin rasanya lelaki itu berteriak sekencang-kencangnya di depan gedung—jika ia berani dianggap gila, tentu saja.

‘Jika sudah begini….’ Kyuhyun melarikan tangannya, menggapai pegangan laci kayu di pojok kiri bawah meja, membukanya, menarik sebuah topi berwarna hijau army dari dalamnya. ‘Penyerangan balik harus dilakukan secara manual.’

-

Seberkas cahaya menyilaukan menyerangnya seperti hujan komet. Krystal Jung mengernyit, seiring dengan rasa pening yang cukup kuat datang kemudian. Entah sudah berapa lama ia tertidur dengan keadaan masih terikat di kursi, dengan saputangan yang melilit di sekitar wajahnya, dan sebagian pandangan yang terblokir.

Di sudut matanya yang sedikit kabur, sosok Choi Siwon yang terkapar di samping sofa di ruang tengah masih ada di sana, belum banyak bergerak, seperti halnya beberapa jam yang lalu. Yah, ia tidak begitu tahu sudah berapa lama tepatnya ketiga pria yang menyekapnya tadi membiarkan mereka berdua dalam posisi seperti ini.

Suara tawa terbahak yang teredam oleh lapisan dinding apartemen menelusup memasuki indera pendengarannya. Gadis itu mengangkat sebelah alis mata, memastikan bahwa tidak ada siapapun di ruangan ini kecuali ia dan Siwon. Jujur saja, hal yang buruk selalu menyerangnya tanpa ampun setiap kali ia teringat akan wajah ketiga pria yang datang mendobrak apartemennya.

Untuk sesaat, pintu depan ruangan yang tinggi menjulang dengan ornamen pohon natal dari rajutan tangan yang menggantung di depannya peninggalan dari hari natal tahun lalu, menjadi satu-satunya hal yang paling menarik bagi Krystal saat ini. Ia tidak mungkin meminta pada salah satu pria-pria itu untuk menggeserkan kursinya ke depan televisi, kan? Dan… jika ia meminta pada mereka untuk mengambilkannya sebuah majalah, kejadian ini tidak akan terlihat seperti penyekapan.

Maka, gadis itu hanya duduk di sana, menatap lurus-lurus pintu itu seolah-olah ia sedang menonton film Jurassic Park saat Dr. Alan Grant berlarian bersama kakak-beradik Lex dan Tim Murphy di sekitaran Taman Jurassic demi meloloskan diri dari kejaran Tyrannosaurus-rex. Nah. Di saat-saat seperti inilah kejeniusanmu berimajinasi benar-benar diuji.

Namun, saat sesosok kepala menyembul dari balik kaca tembus pandang di ventilasi, Krystal mulai tidak percaya pada tingkat kewarasannya. ‘Demi Tuhan, seperti itukah wujud hantu?’

Tanpa sadar, gadis itu membiarkan mulutnya terbuka, terbengong-bengong. Sebagian dirinya masih ingin dianggap waras, namun sebagian lagi melakukan demo besar-besaran, seolah berteriak, mungkin itu adalah pertolongan yang Tuhan berikan padamu, Krystal Jung, persetan jika lelaki itu adalah hantu, atau perdana menteri, atau petugas kebersihan, yang penting kau selamat.

‘Hei, kau baik-baik saja, kan? Maaf aku datang terlambat.’

Krystal mengangkat sebelah alis. Untunglah, kemampuannya membaca gerakan bibir orang lain tidak terlalu buruk. Setidaknya, ia tidak perlu lagi terdiam di sana, menatap kosong ke arah ventilasi seperti halnya beberapa menit yang lalu.

Bingung menjawab, gadis itu hanya mengangguk singkat, dan sedetik kemudian mengedikkan kepalanya ke arah di mana Siwon masih terkulai. Lelaki yang muncul di ventilasi itu hanya tersenyum penuh arti saat kedua matanya mengikuti arah tunjukan Krystal.

‘Yeah, aku tahu. Tenanglah, Siwon hanya akan bangun sebentar lagi. Sekarang, bisakah kau menggeser kursimu untuk sedikit mundur? Ruangan ini akan terlihat seperti habis diserang para pemain futbol setelah ini.’

Sesuatu mengenai bicara pada orang asing, Krystal selalu memegang prinsip dari ibunya untuk berhati-hati dengan hal itu. Di usianya yang sudah mencapai sembilan belas ini, bahkan Jessica masih sering mengingatkannya soal nasihat mendiang ibu mereka.

Tapi untuk sekali ini, sepertinya Krystal akan melanggar janjinya.

Gadis itu menggeser kursinya ke belakang—tidak dengan gerakan mulus, tentu saja. Gerakannya menimbulkan suara derit kayu yang cukup kentara. Bulu kuduknya bahkan meremang.

“Hei, hei! Kau ingin protes, hah?! Ada apa dengan deritan-deritan kursi ini?”

“Sudahlah. Kita tak perlu menunggu perintah. Aku hanya ingin melihatnya dan lelaki ingusan di sana itu membeku di tempat. Sudah kuputuskan. Tenggelamkan yang ini di kamar mandi, lalu jatuhkan yang itu dari jendela. Mudah, kan?”

Krystal menelan air liurnya bulat-bulat. Demi Tuhan. Bisakah orang-orang ini tidak membicarakannya secara terang-terangan? Membayangkan bath-tub yang banjir dengan air keran saja membuatnya bergidik, apalagi masuk dan tidak pernah keluar dari dalamnya?

Pandangannya akan pintu dan ventilasi terblokir sempurna oleh tubuh-tubuh besar yang berdiri menjulang di hadapannya. Sementara aroma alkohol—yang demi Tuhan, terlalu menyengat daripada saat bajunya terciprat cairan kimia di lab seminggu yang lalu—mulai memenuhi ruangan sempit di sekitarnya, Krystal mulai kehilangan kesadarannya lagi. Oh. Jangan salahkan gangguan alerginya terhadap hal-hal semacam itu.

Gadis itu baru akan membiarkan kegelapan menelannya lagi saat suara bising dari kaca yang dipecahkan memenuhi ruangan.

Hal terakhir yang ia ketahui adalah, tiga raksasa dengan parfum murahan yang semula mengelilinginya terjatuh dan pingsan satu-persatu.

-

“Lewat saluran udara?” Gadis itu bertanya sembari mengarahkan pandangannya lagi untuk kesekian kalinya ke arah saluran udara yang terbuka di atas mereka. “Kau tidak sedang mengerjaiku, kan?”

Di sisi lain, Donghae menggeleng ringan. “Tidak, tentu saja. Aku kemari untuk menolongmu. Ingat?”

Jessica mendesah. “Tapi tidak perlu lewat saluran udara juga, kan? Begini, begini, aku akan membantumu membobol pintu itu, atau memecahkan kaca jendela di sana, atau menghancurkan dinding beton ini, terserah! Aku akan membantumu. Tapi, kalau saluran udara, sepertinya…”

Yeah, aku tahu phobia-mu.” Lelaki itu meninggalkan aktivitasnya semula, yakni melepaskan setiap inci alat penangkap sinyal yang diberikan Kyuhyun padanya. Lagipula semuanya sudah tidak berfungsi lagi. “Kau benci tempat-tempat sempit dan gelap, benar?”

Satu anggukan singkat dari Jessica.

“Maka, percaya padaku kalau saluran udara tidak seburuk itu.”

I don’t think it’s a good idea.”

Well, it’s not. It’s great!

Gadis itu mendengus lagi, setengah hati melangkahkan kakinya untuk menghampiri Donghae yang sudah berdiri tepat di bawah pintu masuk saluran udara hasil pekerjaannya dengan pemukul bisbol yang semula digunakan Jessica untuk menyerangnya. Lelaki itu berlutut, menawarkan kedua tangannya yang bertindihan satu sama lain.

“Kau mau apa?” tanya Jessica dengan sebelah alis terangkat.

Lelaki itu memutar bola matanya. “Kaupikir mudah naik ke sana tanpa tumpuan?” tanyanya balik, menunjuk-nunjuk area di atas kepala mereka.

“Oh ya ampun.” Jessica menepuk dahinya. “Maaf, maaf. Ruangan ini membuatku gila.”

Donghae melepas senyuman kecil seraya gadis itu meraih sepasang sepatunya, melepasnya, dan melemparnya asal ke samping ruangan. Ia memberikan tatapan meminta maaf sedetik sebelum menumpukan kaki kanannya ke telapak tangan lelaki itu, yang hanya disambut oleh anggukan singkat.

“Kau sudah meraih tepiannya?”

“Yep,” jawab gadis itu, sesekali terengah. Ia menarik tubuhnya, memposisikannya sedemikian rupa di tengah-tengah area sempit dan gelap yang sontak menyambutnya. “Lalu, bagaimana kau—“

Kata-kata Jessica terhenti saat matanya menangkap sosok Donghae yang tengah menarik dirinya ke atas, duduk di tepian, di seberang gadis itu. “—mencapai tempat ini…”

“Jika kau melakukannya berkali-kali, ini tidak terasa sulit,” celetuk Donghae, seraya memberi tanda pada Jessica untuk mulai merangkak menuju arah yang ditunjuknya. “Kau harus mencobanya sesekali.”

Yeah, terutama saat atasan gilamu memutuskan untuk menculik dan mencuri ide brilianmu,” dengus gadis itu dan Donghae hanya bisa tertawa singkat meresponnya.

Jessica mengekor di belakang Donghae yang sudah lebih dulu merangkak di ruangan sempit itu. Satu-satunya sumber cahaya yang menemani mereka hanya berasal dari lampu-lampu neon yang berjajar rapi di langit-langit di bawah mereka dan untunglah dasar saluran udara itu memiliki tekstur berlubang. Setidaknya mereka tidak perlu benar-benar merangkak dalam gelap.

Saat Donghae berbelok di depan, tangan gadis itu sudah mulai terasa pegal. Ia diam di sana, bergantian memindahkan tumpuan tubuhnya pada tangan kiri dan kanan, sembari mencoba melemaskan keduanya. Sungguh. Merangkak di saluran udara sama sekali bukan ide yang bagus.

Dan Jessica baru saja kembali pada kondisi tubuhnya yang semula saat tiba-tiba sosok Donghae kembali muncul. Kali ini dari arah yang berlawanan.

“Kupikir kita berjalan ke arah sana?” tanya Jessica dengan sepasang mata menyipit.

Donghae mengangkat bahu. “Ya, harusnya. Tapi rencana berubah karena aku baru saja—“

“Penyusup! Ada penyusup!”

Tar!

Klang!

Dan sebuah bulatan lebih besar terbentuk sekian inci dari telinga kiri Jessica.

“Fortune Lady is in her antagonist role.”

“Merangkak yang cepat, jangan pernah menoleh ke belakang, dan jangan berhenti kecuali jika kuberi kode. Mengerti?”

Maka, dengan arahan terakhir dari lelaki itu, Jessica sekonyong-konyong menumpukan kedua tangannya lagi di depan, kembali merangkak namun dengan arah yang berbeda kali ini. Entah kekuatan baru darimana yang tiba-tiba datang padanya. Rasa nyeri di kedua lutut, serta angin berbau aneh yang bertiup ke arahnya mati-matian ia hiraukan. Yang ada di kepalanya saat ini hanyalah kabur, keluar, dan bertemu Krystal. Itu saja.

“Buntu.”

“Kanan!”

“Hei, penyusup! Berhenti!”

Terlambat.

Keberadaan keduanya sudah diketahui dan lagi, merangkak di dalam saluran udara dalam keadaan kau tengah dikejar oleh sekelompok penjaga dengan masing-masing senjata di tangan mereka, bukan hal yang dapat dipadukan dengan melarikan-diri-tanpa-suara. Jessica kini hanya bisa berdoa bahwa kapanpun salah satu penjaga itu menembakkan peluru mereka, hasilnya akan meleset nanti. Ah. Coba saja ia sempat mengenakan pakaian anti-peluru.

Gadis itu baru akan mengambil jalan berbelok lagi ketika tangan Donghae berhasil meraih tubuhnya dengan satu gerakan. Jessica terempas dengan mudahnya, bersandar pada dinding besi yang dingin dengan Donghae yang masih memeganginya.

“Ada apa? Bukankah kita harus kabur dari mereka?” desis gadis itu di sela-sela napasnya.

Lelaki itu belum menjawab. Ia melayangkan pandangannya ke dasar lantai, menilik lewat lubang-lubang kecil yang mengantarkan cahaya lampu neon ke tempatnya kini duduk.

“Kau dengar?” desis Donghae balik. “Mereka sudah tidak mengejar lagi.”

Jessica mengangkat sebelah alisnya, mengikuti jalan Donghae dengan menurunkan volume suara bernapasnya yang benar-benar sudah ada di pangkal tenggorokan. Ia mengikuti arah pandang lelaki itu dan menemukan lantai ruangan yang bersih tanpa noda di bawahnya.

Entah siapa yang menelan hidup-hidup sekelompok penjaga tadi.

Gadis itu berdeham pelan. “Jadi… bisakah kita turun sekarang?”

Donghae menolehkan kepalanya, menimbang. “Baiklah. Aku tidak mau dihajar oleh adikmu nanti karena membawamu ke tempat seperti ini.”

-

“Dasar, para pegawai pemalas, hanya bisa menularkan virus ke jaringan komputer orang lain. Uh, lihat saja nanti begitu kusiramkan air kotor bekas mencuci lobi utama ini ke wajahmu. Kau akan kehilangan nafsu makanmu selama sebulan.”

Kyuhyun menyeruak di antara tubuh-tubuh para pegawai yang memenuhi koridor lantai tiga. Seseorang dengan bau parfum cukup kentara baru saja melewatinya dengan setumpuk kertas, lalu seorang wanita muda yang berjalan sembari menebar pesona, dan yang terakhir, seseorang yang berpakaian sama dengannya. Uh-oh.

“Kau tak perlu membersihkan lantai ini berkali-kali,” ujar lelaki yang berpakaian sama. Bagus. Sekarang mereka terlihat seperti sekelompok penghuni panti asuhan yang sedang mengadakan kunjungan—salahkan ide pertama yang menyeruak di kepalanya adalah untuk menyamar sebagai petugas bersih-bersih.

“Ruang 309 yang memanggilku. Ia tanpa sengaja melempar cangkir tehnya ke udara, menabrak lampu, terpeleset di genangan teh yang masih mengepul, dan sekarang kepalanya terantuk ujung meja,” jawab Kyuhyun seadanya. “Kau tak lihat kenapa koridor ini ramai seperti pasar loak?”

Lelaki di depannya menyipitkan mata. “Tentu saja, ini masih jam kerja.”

“Kau ini bodoh atau dungu sih sebenarnya,” racau Kyuhyun. “Tentu saja mereka ingin menyelamatkannya. Kau tidak tahu, kalau terantuk ujung meja dapat menyebabkan kanker dan hipertensi? Kau ini pernah mendapat pelajaran biologi tidak, sih?”

“Baiklah-baiklah. Lakukan semaumu, oke?” Lelaki itu mendesah frustrasi sebelum akhirnya membiarkan Kyuhyun dengan gerobak besar penuh alat-alat kebersihan berjalan melewatinya. “Sejak kapan aku melupakan pelajaran itu?” tanyanya pada diri sendiri sembari menggelengkan kepalanya.

“Dan sejak kapan kau menjadi sebegitu tolol dengan kanker dan hipertensi itu?” mimik Kyuhyun begitu ia mendorongkan bawaannya ke salah satu pintu yang bertuliskan kalimat ‘Hanya Untuk Para Pegawai’ dengan tinta merah di papan gantungan kayu.

Lelaki jangkung itu memposisikan bawaannya di balik pintu, mengganjalnya sedemikian rupa. Ia melarikan tangannya, memutar topi hijau army yang menutupi kepalanya, lalu menelusupkan tangan ke kantung celananya, mengeraskan volume dari pemutar musik yang meneriakkan Glory Days oleh Bruce Springsteen.

Kyuhyun mengeluarkan seperangkat alat yang selama ini ia agung-agungkan di depan kru yang lain dari bagian dalam gerobak alat-alat pembersih yang ia dorong, duduk di belakang layar utama yang menjadi sumber segala kekacauan hari itu. Senyumnya melebar. Jika inti masalah sudah kau temukan, hal yang perlu kaulakukan hanyalah duduk dan biarkan otak cemerlangmu untuk bekerja.

Ha-ha. Now who’s smiling?

-

“Jadi, Kim Heechul, ada kata-kata terakhir?”

Heechul masih diam di tempat, menolak untuk bergerak, bahkan untuk membuka mulut atau mengangkat wajah sekalipun. Detik berikutnya, yang ia tahu, adalah seluruh pengunjung restoran yang sontak angkat kaki dari ruangan, mengetahui adanya masalah pelik di antara dua pria berbaju rapi dan necis, sampai-sampai kedatangan polisi segala. Mungkin yang ada di pikiran mereka—terutama untuk kalangan tua—ini hanya masalah jual-beli obat-obatan, atau masalah saling-merebut pacar, atau kolega pekerjaan. Nah, mungkin jawaban paling terakhir yang banyak mendekati.

Suara ketukan sepatu milik Park Jaebum menggema di seluruh ruangan begitu pria itu mengambil langkah memutar mendekati posisinya duduk. Jaebum menarik kursi di tepat di samping Heechul, menggantungkan siku kanannya di tepian meja, dan menatap Heechul sebelah mata.

“Baiklah. Aku akan bermain bersih denganmu kali ini. Tidak ada paksaan, umpatan, dan main tangan, aku berjanji,” ujarnya lancar. “Nah, sekarang, mari mulai dengan pertanyaan pertama. Apa tujuanmu mengutak-atik perusahaanku, hm?”

“Kau tadi bertanya padaku soal kalimat terakhir.” Heechul membuka mulut dan Jaebum ada di sana dengan ekspresi wajah sok mendengarkan. “Bagaimana jika kubalik pertanyaannya. Ada kalimat terakhir sebelum kau sendiri yang mendekam di balik sel?”

Sebelah alis Jaebum terangkat. “Dan pikiran dungu darimana yang membuatmu yakin akan hal itu?”

Heechul tersenyum kecil, tidak, ingin rasanya ia tertawa terbahak-bahak sekarang. Berbeda dengan Jaebum yang kini terdiam di kursinya, Heechul mengangkat tubuhnya bangkit, membetulkan letak jasnya yang semula sedikit kusut.

“Begitu kau menyetel mode loudspeaker di ponselmu saat menelepon salah satu karyawanmu untuk mengembalikan file milik Jessica Jung, aku baru sadar bahwa ternyata rencana tim tidak sepenuhnya batal dan gagal. Justru kau sendirilah yang membuatku yakin akan hal itu.”

“Aku menyuruh mereka mengirimkan virus fatal ke jaringan komputer tim-mu, Kim Heechul. Aku membuat mereka melipat-gandakan pertahanan gedung, memblokir seluruh akses yang semula terbuka lebar-lebar untuk penyusup murahan dari tim-mu. Aku membuatnya terkurung di bawah sana bersama Nona Jung yang terlalu keras kepala untuk menolak memberikan isi file itu padaku.” Jaebum berkata panjang lebar.

“Donghae tidak masuk sendirian ke sana, Jaebum, ia bersama Hyukjae. Dan seperti yang kau tahu, Jungsoo tidak sembarangan merekrut orang, apalagi untuk posisi penipu yang cerdik untuk berkilah dan menyusup bahkan di terowongan tikus sekalipun,” balas Heechul. “Sekarang kau mengerti kemana arah pembicaraan ini berlanjut, kan?”

Heechul berdiri di sana, di seberang meja, sembari melipat kedua tangannya.

“Orang dari tim-mu yang mengangkat teleponku?”

“Nah!” Heechul menjentikkan jarinya. “Dan saat itu terjadi, Krystal Jung yang tinggal di apartemen telah dalam keadaan aman, Jessica Jung berhasil diselamatkan, dan uang perusahaan hasil kerja curangmu telah berpindah tangan. Kau tahu, keuntungan itu bukan milikmu. Bukan berarti kau memainkan peran atasan, lantas kau dapat meraup segalanya dari salah satu pegawaimu. Hidup itu keras, ya, seharusnya kau cukup dewasa untuk menyadari itu.”

Meja di hadapan Park Jaebum bergetar begitu telapak tangan si pemilik beradu cukup kuat dengan permukaannya. Gelas-gelas yang terisi air ikut bergetar, menyebabkan riakan-riakan halus pada permukaan air, jus, atau apapun isinya. Sendok dan garpu yang semula tertata dalam posisi menyilang, sebagian bergeser ke lain arah.

Jaebum bangkit dengan gerakan singkat, menunding-nuding Heechul dengan ujung jari telunjuk kanannya. Wajahnya memerah menahan emosi dan kerutan di dahinya semakin berbentuk rumit setiap langkah pendek yang ia ambil saat berjalan marah ke arah Heechul.

“Kau…” Jaebum berdesis di sela napasnya yang terengah. “Kau pikir kau siapa berani-beraninya mengobrak-abrik perusahaanku?!” teriaknya tepat di depan wajah Heechul.

Lelaki tinggi itu tersenyum kecil. “Aku? Aku hanyalah si artis papan atas yang akhirnya jatuh dan bangkrut, lalu kini menjadi seorang penipu…”

Dengan kalimat itu, Heechul menggeser langkahnya, beringsut menjauh dari hadapan Jaebum. Ia berjalan ke arah pria dengan postur tubuh tinggi tegap berpakaian lengkap dan masih mengenakan topinya. Di belakangnya, berdiri dua orang anak buah sang opsir, yang serta-merta bergerak dan menghampiri Jaebum. Suara besi yang saling terkunci meyakinkan sang opsir bahwa tahanannya kini telah terkunci aman pada borgol.

Heechul menepuk bahu kanan sang opsir. “Geng, tidak ada opsir yang memakai topi,” ujarnya pendek, sebelum mencapai pintu keluar restoran.

-

“Jadi sebenarnya Hyukjae-oppa sudah mengambil-alih file Jessica-eonni sejak pertama kali?”

Siwon mengangguk, sementara di sampingnya, Sungmin tersenyum. “Begitulah. Donghae yang mencari keberadaan kakakmu, sedangkan Hyukjae yang menyusup ke ruang penyimpanan file,” jelasnya. “Lalu, saat Hangeng-hyung sudah memberikan tanda pengenal itu pada Donghae, ia menyusul Heechul-hyung di restoran.”

Krystal mengerjap kagum. “Lalu, lalu, sebelum kau menyusul Siwon-oppa di apartemenku, apa yang kaulakukan sebelumnya?” tanyanya lagi. Kini ia lebih tertarik pada Siwon dan Sungmin yang duduk di hadapannya, menjelaskan keseluruhan kejadian yang terjadi, ketimbang pada seporsi spaghetti dan segelas fruit punch buatan Kim Ryeowook.

Sungmin dan Siwon bertukar pandang, sementara Krystal masih duduk di sana, menunggu jawaban dengan semangat. Salah satu dari dua lelaki itu menghela napas. Tidak bisa sesumbar itu juga menceritakan setiap detil pada gadis berusia sembilan belas seperti Krystal Jung.

“Mari katakan, kalau aku butuh sedikit energi untuk menyelamatkanmu?” jawab Sungmin. “Toko hamburger di pinggir jalan membuatku lapar saat itu, dan lagi aku juga menolong seorang lelaki yang hampir tertipu. Aku menyuruhnya pulang dan tidak berurusan dengan oknum jahat itu lagi.”

Krystal menggelengkan kepalanya tak percaya. “Tuhan pasti sangat menyayangi kalian…”

“Tuhan menyayangi setiap umatnya, Krys,” sela Siwon sembari menyesap hot coffee-nya. “Dan setelah ini, kau berjanji akan selalu menjaga kakakmu?”

Yeah, kalian tahu, hanya Jessica-eonni yang kumiliki saat ini,” senyum Krystal. Perutnya mulai bersuara kali ini dan Sungmin langsung menyodorkan sepiring penuh spaghetti yang semula terlupakan.

Di seberang ruangan, Jungsoo tampak mengaduk-aduk teh sorenya perlahan, sementara di depannya, Heechul sibuk dengan sepiring kecil tiramisu. “Bagaimana kau bisa tahan tidak keluar ruangan dengan seluruh receiver yang mati total, Jungsoo?”

Di hadapannya, sang ketua tersenyum kecil, masih tidak mengalihkan pandangan dari tehnya. “Ada Hangeng yang akan berbuat sesuatu di luar dugaan. Ada Kyuhyun dan Hyukjae yang selalu dibekali kecerdikan mereka. Ada Donghae yang kadang nekat. Ada Sungmin dan Siwon yang akan melindungi satu sama lain…”

“…dan ada kau yang bisa memimpin saat aku tidak ada.”

Heechul menghentikan kegiatannya memotong tiramisu-nya kecil-kecil. “Jangan sembarangan bicara,” komentarnya. “Kau tetap ketua kami.”

Jungsoo tersenyum lagi. “Bukan dalam artian yang sebenarnya, kau tahu,” balasnya. “Hanya pada saat aku tidak ada di sana untuk membimbing atau membantu kalian.”

“Nah, bahasa yang itu lebih baik.”

-

“Jessica-eonni, ayo kita pulang. Aku belum mempersiapkan apapun untuk bahan kuliahku besok,” panggil Krystal dari arah pintu restoran. Ia sudah mengenakan mantel hitamnya yang super-hangat, menenteng satu tas besar makanan yang dibekalkan oleh Kim Ryeowook, dan lagi-lagi membahas hal yang sama dengan Siwon dan Sungmin.

Sang kakak masih linglung di tempatnya duduk. Setelah Donghae mengantarkannya ke bar milik Jungsoo ini untuk beristirahat, gadis itu memilih tempat duduk di sudut. Jauh dari Krystal yang asik mengobrol dengan dua anggota tim, jauh dari Jungsoo dan Heechul yang sepertinya terlibat dalam pembicaraan serius, jauh dari siapapun.

Dengan sedikit terburu, Jessica meraih benda-benda yang semula ia keluarkan dari dalam tasnya tanpa ia sadari. Ponsel, dompet, buku agenda, bolpoin, bahkan karcis kereta tiga hari yang lalu pun ikut-ikutan tercecer. Walaupun Jungsoo memberitahunya bahwa ia dan tim telah mengembalikan kembali hak mereka, Jessica masih merasa ada sesuatu yang kurang.

Oh benar, tentu saja.

Dimana pangeran berkuda putih yang telah menyelamatkannya di gudang? Seingatnya, sosok Donghae menghilang begitu saja saat mencapai restoran ini. Yang ia ingat hanyalah lelaki itu mendudukkannya di salah satu kursi, memesankannya minuman hangat, dan meninggalkannya. Yeah. Salah satu alasan mengapa Jessica memilih mengasingkan diri di sudut ruangan.

“Hei, ada yang bisa kubantu?”

Jessica mengernyit, namun kemudian ia tersenyum. “Banyak. Banyak sekali hal yang harus kau bantu,” sambarnya. “Jika saja kau tidak langsung menghilang setelah mendudukkanku di kursi dan memesankan sesuatu.”

Di hadapannya, Donghae ikut tersenyum. Ia membantu Jessica merapikan meja dan mengumpulkan barang-barang gadis itu. “Siwon bilang, Krystal yang membawakan tas dan seluruh isinya ini. Ia benar-benar lega dan gembira saat kuberitahu mereka bahwa kau sudah tiba di sini…”

“Yah, dan itu tidak akan terjadi jika kau tidak berhasil menemukanku,” sela Jessica. Ia menghela napas pelan. “Jadi… terima kasih, untuk semuanya. Oh ya! Dan aku minta maaf karena sudah menodongmu dengan pemukul bisbol itu.”

“Percaya atau tidak, aku pernah ditodong oleh laras panjang,” komentar Donghae sembari menerawang sekilas. “Ayo. Sudah waktunya kau pulang. Adikmu sudah merengek soal kuliahnya besok…”

Jessica menyampirkan tasnya. “Bertemu lagi setelah ini?” tanyanya, sembari mengangkat jari kelingking mungilnya ke depan wajah Donghae.

Di sisi lain, lelaki itu memutar bola matanya sembari tersenyum. “Pinky swear?” tanyanya, yang langsung disambut oleh anggukan dari Jessica. “Okay, then.

“Jessica-eonni…!”

I’m coming, Krys…!”

Di sana, Donghae memerhatikan punggung Jessica yang berlari ringan menjauhinya. Ia memiringkan sedikit kepalanya, saat di seberang sana, Jessica dan Krystal bergantian membungkukkan badan tanda hormat dan terima kasih pada Jungsoo, Heechul, Sungmin, Hangeng, dan Siwon. Dan saat Jessica menoleh ke arahnya, melambai singkat, dan tersenyum, rasa-rasanya ada kembang api yang meledak di dalam perutnya.

Oke, Lee Donghae, kau benar-benar sedang jatuh cinta.

“Berhenti tersenyum dengan wajah bodoh itu, hyung.”

“Hei, biarkan. Anak kecil ini akhirnya beranjak dewasa.”

Kyuhyun mendelik. “Jika kau berani mengotori jiwa suci Donghae-hyung dengan koleksi komikmu, kukirim kau ke Antartika.”

“Tsk,” Hyukjae mendecih sembari meminum cola-nya. “Coba saja, anak ingusan.”

“JUNGSOO-HYUNG…!”

Aish, maknae sialan!”

***

Malicious: the Kidnapping Job,

end

 

1 Pasir Silika, jenis mineral pasir yang terdiri dari komponen kristal-kristal silika (SiO2), berwarna putih, atau warna lain tergantung pengotornya.

2 Karbon Aktif, atau arang aktif, jenis karbon dengan luas permukaan besar. Untuk menggunakan perlu dilakukan pengaktifan, bertujuan untuk memperluas permukaan tadi, juga meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon aktif itu sendiri.

3 Piropilit, paduan alumunium silikat. Sifat fisiknya mirip talc, dan biasanya digunakan untuk pakan ternak dan di industri kertas sebagai pengganti talc, meningkatkan kekuatan tekanan beton, mewujudkan beton ramah lingkungan, dll.

4 Resin Amberlite, merk dagang untuk resin pertukaran ion, biasanya digunakan dalam proses separasi (pemisahan), purifikasi (pemurnian), dan proses dekontaminasi.

5 Aquades, atau air denim, air yang sudah dimurnikan (telah dilepaskan zat besi, mangan, zinc, kapur, dan sejenisnya.) biasanya digunakan untuk keperluan laboratorium.

6 Kesadahan, sadah. Batas kesadahan untuk air layak pakai sekitar 500 mg/liter. Jika suatu air memiliki kesadahan tinggi (> 500 mg/liter) menyebabkan gangguan kesehatan, korosi, sabun tidak membusa, menimbulkan endapan dan kerak (biasanya di mesin-mesin pabrik).

-

hai, hai. cuma mau klarifikasi aja. member super junior yang lain mungkin ngga semuanya masuk tim inti, tapi mereka bakal muncul kalo waktunya tiba kok, hohoho. oh ya, dan tiap case akan ada bintang tamunya (sebar confetti) hehe. oiya, oiya, tentang istilah-istilah di atas, bisa ditanyakan lagi kalo masih ada yang bingung hehe. aku memang kurang mengerti tentang sistem air bersih di Korea sana, jadi ini murni perkiraanku doang. siapa tahu mungkin ‘minum-air-laut’ di Korea udah diterapkan dari dulu. oh ya, tentang mengubah air laut jadi air minum siap pakai ini emang beneran, udah ada mesinnya juga, namanya D-Werc, karya mahasiswa ITS sama PPNS. bisa baca sumber beritanya di sini.

makasih yang udah baca, hehe. see you on the next case! hehe. jadi… kira-kira siapa bintang tamu selanjutnya? (^-^)


Filed under: fan fiction, series Tagged: 2PM, Cho Kyuhyun, Choi Siwon, Han Geng, Jessica Jung, Kim Heechul, Krystal Jung, Lee Donghae, Lee Hyukjae, Lee Sungmin, Malicious: the Series, Park Jaebum, Park Jungsoo, SNSD, Super Junior

Viewing all articles
Browse latest Browse all 585

Trending Articles