Quantcast
Channel: saladbowldetrois
Viewing all articles
Browse latest Browse all 585

[FICLET] Nine in the Morning

$
0
0

MaUpo2P

Nine in the Morning

by theboleroo

//

Zhang Yixing membisu sembari memegang paper cup berisi cappuccino-nya. Ia berdiri di antrian paling depan, ekspresi wajahnya kepalang datar—nyaris miskin emosi. Ia menghela napas panjang sebanyak dua kali selama lima menit terakhir, dan untuk kesekian kali matanya berusaha menghindari tatapan seorang gadis yang ada di balik meja kasir.

Rena. Empat aksara terpampang jelas di name tage-nya. Nama yang bagus, putus Yixing dalam hati.

“Ada tambahan lain, Tuan?” tanya Rena sambil tersenyum ramah—ah—ini adalah kali ketiga di mana ia mengajukan pertanyaan serupa terhadap Yixing. “Pancake atau sandwich, misalnya?” tambahnya.

Yixing hanya mengedip bingung, lagi-lagi tidak menjawab pertanyaan Rena. Ia menoleh dengan gerakan lambat ke arah sepasang pintu kaca yang ada di samping kanan sebelum akhirnya memutar tubuh sedikit untuk melihat keadaan yang ada di belakangnya dan—yah—jumlah manusia yang berdiri di sana kian bertambah saja. Aktifitas yang mereka lakukan pun macam-macam. Ada yang sedang menatapnya sebal, ada yang menghela napas bosan, ada yang menyumpahinya dengan suara pelan, ada yang sibuk menggauli ponsel, dan lain sebagainya.

“Tuan, sudah banyak orang yang mengantri di belakang Anda. Bisa cepat sedikit?”

Zhang Yixing benar-benar menyesal mampir ke kedai kopi ini. Spontanitasnya kini berujung bencana. Seharusnya ia langsung pergi ke kantor saja, kalau pun nanti ia ingin minum kopi, toh ia bisa mendapatkannya dengan mudah di vending machine yang tersedia di sana. Yixing menunduk, mengingat-ingat alasan di balik kedatangannya ke mari dan—oh—akhirnya ia ingat.

Kedai kopi itu didominasi oleh warna kuning, warna favorit neneknya yang tinggal di Changsa sana. Alasannya memang terdengar tidak masuk akal, tapi demi Tuhan ia tidak peduli, yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya ia bisa keluar dari tempat ini dengan selamat dan terhormat. Itu saja.

“Tuan—“

“—apa kau bisa membantuku?” selanya cepat-cepat sambil mencondongkan tubuh. “Aku lupa bawa dompet.”

Iris cokelat Rena melebar, pun kedua alisnya berjingkat naik. “Apa?”

Yixing mengangguk miris. “Ya, aku lupa bawa dompet. Kau bisa membantuku, Nona?” pintanya, setengah berbisik.

Rena terdiam, wajah pria itu begitu dekat dengan miliknya. Ia bisa melihat dengan jelas kepanikan dan keputusasaan yang disebabkan oleh segelas kopi di sepasang manik hitam Yixing yang jernih. Sial.

Sejujurnya, sejak tadi Rena begitu menikmati gestur demi gestur yang ditunjukkan pria itu. Bagaimana ia membisu dengan penuh kecemasan, bagaimana ia mengembuskan napasnya yang panjang dengan penuh kekhawatiran, bagaimana ia memasang ekspresi datar di tengah-tengah rasa bingung, dan… bagaimana cara ia meminta tolong.

“Tentu saja, Tuan,” jawabnya dengan suara tertahan akibat detak jantungnya yang bermarathon secara tiba-tiba. “Kau tidak usah khawatir, aku akan membayar kopi itu.”

Wajah pria itu menjauh, lantas tersenyum. Di saat yang bersamaan, Rena pun mengutuk ketidaksiapannya untuk menyaksikan lengkungan bibir Yixing yang kepalang manis.

“Terima kasih banyak,” kata Yixing sambil membungkukan badan. “Jadi, apa yang harus kulakukan untuk membalas kebaikanmu?”

Tak sadar Rena mendesah pendek menghadapi kepolosan pria yang ada di hadapannya. Sejujurnya, Yixing tak perlu melakukan hal yang luar biasa, cukup pergi dari hadapannya karena dengan begitu ia bisa kembali mengontrol dirinya dengan mudah.

“Tidak usah dipikirkan, Tuan. Saya senang bisa membantu Anda,” katanya.

Yixing tak menjawab, sekali lagi ia menengok ke belakang, dan… tatapan orang-orang itu kini sudah semakin ganas dari sebelumnya. Refleks ia merogoh saku celana dan menemukan karcis parkir di sana, hanya itu. “Boleh pinjam bolpoin?”

Rena mengangguk, ia menyodorkan bolpoin warna merah muda yang ada di saku apron-nya. Yixing menulis sesuatu di sana, tak lama kemudian menyodorkan karcis parkir berserta bolpoin milik Rena secara bersamaan. “Sekali lagi terima kasih banyak, Nona. Permisi,” katanya malu-malu. Sekali lagi Yixing membungkuk, kemudian pergi dengan langkah tergesa meninggalkan kedai.

Besok aku datang lagi ke mari untuk menagih hal yang sekiranya bisa kulakukan untuk membalas kebaikanmu, apa pun itu. Sampai ketemu jam sembilan pagi – ZY

Rena tak bisa menahan senyumnya selepas membaca pesan singkat dari Yixing. Sepertinya, ia sudah tahu apa yang diinginkannya dari pria itu.

 

-fin.

Apa yang diinginkan Rena? Mobil, rumah, apartemeeeeen. Hahahahaha.

Entahlah, ini hanya penggalan kisah gajelas  yang ditulis selepas marathon nonton ExoST dari pagi. Maaf kalau jelek. Semoga terhibur.


Filed under: fan fiction, one shot Tagged: EXO, EXO-M, Rena Tsuchiya, Zhang Yixing

Viewing all articles
Browse latest Browse all 585

Trending Articles