Quantcast
Channel: saladbowldetrois
Viewing all articles
Browse latest Browse all 585

[RESENSI] Annisa, Kapal yang Berlabuh

$
0
0

JudulAnnisa, Kapal yang Berlabuh (first on Personification)

Annisa Kapal Yang Berlabuh

PenulisJohn Michaelson

PenerbitGramedia Pustaka Utama

Genre: drama kehidupan

Tebal235+ halaman

ISBN : 978-602-03-1883-7

.

Blurb :

Annisa, putri ustaz selebriti yang kerap tampil di televisi, berusaha sebaik mungkin menjadi gadis solehah. Dia tekun belajar, telaten merawat ibunya yang sakit-sakitan dan berencana melanjutkan kuliah di luar negeri. Namun, ketika kenyataan pahit menghancurkan kepercayaan Annisa terhadap orangtuanya, dia melayang semakin dekat ke arah Peter, dosen berusia baya dengan mata seperti batu emerald.

Peter sosok yang cerdas dan misterius. Tampaknya, dialah satu-satunya orang yang memahami Annisa. Bersama Peter, Annisa menemukan dirinya berlayar ke tengah lautan penuh bahaya.

Akankah Annisa memiliki kekuatan dan keberuntungan untuk melintasi lautan berbahaya itu dan berlabuh dengan aman, ataukah dia akan gagal dan tersesat untuk selamanya?

A young Indonesian woman with an ailing mother and a celebrity father whose moon is on the wane.

A pinfully family secret dragged into the open, a subversive Western lecturer, and nowhere else to turn.

A steady drift into dangerous waters, a choice between black and white when everything seems grey.

.

annisa

.

Sinopsis:

Annisa—judul resmi untuk versi buku bahasa Inggris—bercerita tentang kehidupan Annisa, putri ustaz selebriti. Daripada mengulang, lebih baik dikatakan bahwa blurb di belakang buku merupakan pengantar gamblang mengenai isi buku ini. Pengantar artinya hanya merepresentasikan bagian muka cerita, jadi bagi penggemar kejutan, tidak usah kecewa karena mengira sudah mendapat spoiler.

Meski bercerita tentang hidup Annisa, sebenarnya yang diceritakan dalam buku ini hanya pada bagian tertentu di mana hidup Annisa beriak cukup keras. Ceritanya sederhana dan singkat, walau agak berat. Jelas, ditujukan bagi pembaca dewasa.

Warning: buku ini memuat deskripsi yang cukup gamblang tentang alkoholisme, ideologi kebaratan dan penurunan kualitas insani (dari sudut pandang Islam), pembaca diharapkan kebijaksanaannya karena buku ini tidak lebih dari kisah fiksi.

.

Review:

Bahasa. Membaca kedua versi novel ini membuat saya mampu membandingkan penceritaan keduanya. Versi Bahasa Indonesianya cukup canggung dibaca. Seperti yang sudah saya sebutkan sebelum saya merevisi review ini, gaya bahasa John sangat Inggris, membuatnya tidak tepat ketika disandingkan dengan konsep cerita yang sangat Indonesia. Lalu saya baca versi Bahasa Inggrisnya, kecanggungan itu lumayan terhapuskan. Harus saya akui, rasanya memang menjadi berbeda, meski isi ceritanya sama. Saya lebih menikmati versi Bahasa Inggrisnya.

Opini saya mengenai penggunaan bahasa yang canggung sangat panjang di review awal. Habis-habisan saya memprotes karena kegerahan saya saat membaca versi Bahasa Indonesianya. Setelah beberapa minggu kemudian saya menerima versi Bahasa Inggrisnya, saya mengubah sudut pandang saya dan menjadikan review ini lebih berisi perbandingan antara kedua versi. Saya lebih bisa menerima meski—still—menurut saya, sebenarnya kecanggungan semacam ini bisa diminimalisir dengan penerjemahan yang lebih luwes.

Novel ini diceritakan dengan gaya penulisan khas John: pahit-pahit skeptis. Dari awal saja cerita sudah dimulai dengan kondisi sakit-sakitan ibu Annisa: Ria. Sekalipun diceritakan bahwa Annisa dan ibunya saling menguatkan dalam kondisi rumah tangga yang dingin, namun kepahitan tokoh-tokohnya tergambar jelas.

Setting cerita berkutat antara Jakarta dan Singapura, dengan cerita terfokus pada rumah tangga orang Indonesia.

Penulisan. Selanjutnya tentang kesalahan penulisan. Ada beberapa pengetikan di versi Indonesianya yang membuat saya bertanya-tanya. Sampai saat ini ditulis saya tetap berpikiran bahwa penggunaan imbuhan itu salah, namun just cmiiw, alright?

  • Mengkritik ⇒ mengritik (hal.25 par.2)
  • Becermin ⇒ bercermin (hal.127 par.10)
  • Mengkontribusikan ⇒ mengontribusikan (hal.158 par.8)
  • Bewarna ⇒ berwarna (hal.193 par.6)

Untuk versi Bahasa Inggrisnya saya tidak menemukan any typo tapi mungkin juga saya kurang teliti. Mohon masukannya jika terlewat oleh saya.

Cerita. Seperti sudah saya sebutkan sebelumnya, Annisa adalah cerita sederhana tentang satu babak dalam kehidupan Annisa. Hanya sekeping cerita namun intens. Cerita berjalan cepat dan tanpa basa-basi. Tidak bisa dibilang membosankan karena akan selalu ada pertanyaan tentang bagaimana interaksi selanjutnya antara Annisa dan Peter. Terbagi menjadi tiga bagian besar, buku ini berisi dua puluh enam bagian yang lebih pendek (bab).

Dari keseluruhan cerita, ada satu hal yang menurut John adalah gaya penulisannya (quite minimalist – good or bad) sedangkan menurut saya adalah poin lemah John dalam membangun cerita (dalam standar seorang pembaca). Sama seperti dalam Muallaf, perkembangan cerita terjadi dengan elevasi yang terlalu tiba-tiba. Kalau dosen pembimbing saya (dia dan hanya dia satu-satunya yang) bilang, “Abruptly elevated.

Seperti pada bagian-bagian ini:

  • Peter tiba-tiba memiliki janji temu dengan Annisa untuk membahas skripsinya. Bagaimana Annisa mendadak berkonsultasi dengan Peter? Dibaca semakin ke belakang, semakin teraba (tidak secara jelas) bahwa Peter bukan dosen pembimbing, melainkan hanya dosen tempat mahasiswa berkonsultasi. Untuk ini sebenarnya diperlukan satu bagian khusus untuk menjelaskan deskripsi pekerjaan Peter yang sebenarnya. Mengapa mahasiswa perlu berkonsultasi dengan Peter tentang skripsi mereka dan bukan tentang mata kuliah yang diampu Peter.
  • Peter dan Annisa mendadak pergi bersama menghadiri sebuah seminar. Yang terlewat: detil kecil tentang saat mereka membuat rencana. Ketika Peter mengajukan ajakan, ini bisa jadi plot yang bagus untuk menggambarkan ketertarikan. Hanya diceritakan bahwa Peter selalu memikirkan Annisa. Ini tentu tidak sama dengan Peter melakukan sesuatu untuk menuruti ketertarikannya itu. Luput.

Ini semacam potongan informasi yang menghilang. Anehnya, semakin mendekati konflik, miskoneksi seperti ini tidak lagi muncul. Contoh yang bagus ada di halaman 100, permulaan bab dua belas:

Annisa menghabiskan sepanjang Sabtu menjalin komunikasi dengan Peter, diawali sebuah pesan yang dikirim Peter pada Jumat malam.

Ini sebuah detil singkat yang membuat pembaca mengikuti jalan cerita dengan lebih smooth. Tidak bumpy karena berusaha meraba-raba tentang plot yang mendadak sudah berkembang.

Cerita Annisa, seperti yang disebutkan oleh @zanfadli bisa disebut terlalu sinetron-y, konfliknya adalah isu-isu yang terlalu sering terjadi di sekitar kita, namun masih selalu dicibir sebagai tindakan tidak senonoh. Not my cup of tea, tapi saya tahu banyak orang yang saya kenal mungkin menganggap cerita ini patut dijadikan cerminan/renungan.

Facts. Ada beberapa fakta yang membuat saya tersenyum.

  • But isn’t Indonesia too hot for tea all the time? For every occasion possible? | Lalu John memprotes, “Di Indonesia juga apa-apa pasti nawarin teh!” | Saya berpikir, “Iya juga. Tapi entah kenapa kok rasanya beda. Mungkin saya hanya absurd.”
  • We can start with the soup (hal.126; begitu saya mengira-ngira yang tertulis dalam versi Inggrisnya). Nothing starts with the soup. Dine always started when nasi is ready. :P
  • Yang ini saya baru tahu bahwa rasanya seperti panggilan penghibur anak-anak rendahan (despite the fact that I already understand that Mister and First names aren’t exactly as polite as most Indonesian expected).
  • Tidak pernah terpikir bahwa sebutan bule bisa dianggap sangat rasis. I thought it was just common fact as when chinese being called chinese. Baru saya tahu sekarang dan saya harus mulai berpikir dua kali sebelum menggunakannya sembarangan.
  • Pria berpengalaman tidak akan tertarik pada gadis muda (hal.39). I always think it’s quite the opposite.
  • Sopir taksi yang tidak tahu arah dan mencoba mencurangi bule dengan mengklaim tidak punya kembalian. Sebagian—bukan hanya supir taksi, bahkan toko besar pun melakukannya—memang demikian, tapi saya juga kebetulan tahu sebagian yang lain melakukannya bukan karena niat berbuat curang. Oh well, what to do then, bahkan pengamen jalanan tidak selalu merasa sia-sia saat sebutir uang Rp500-nya menggelinding ke selokan. Jelas rasanya tidak sama dengan saat uang €500 atau £500 merosot dari genggaman, sebab nilainya sangat berbeda.
  • Songongnya rakyat kecil di Indonesia (hal.106 par.7). Selalu mengaku rakyat kecil kalau mau mengritik kalangan birokrat, tapi mengamuk seperti banteng terluka kalau ditegur karena mengendarai motor di atas trotoar. Segala kutukan untuk semua pengendara motor yang melakukannya.

.

Personal note:

Review ini adalah review edisi revisi. Meski saya hanya mencoba mengemukakan pemikiran saya setelah membaca novel ini, namun begitu membaca ulang dalam versi Bahasa Inggrisnya, saya merasa bahwa saya bisa jadi bersikap sedikit bias pada review pertama.

Biarlah saya bercerita sedikit tentang pertemuan saya dengan buku ini. Saya cukup antusias ketika penulisnya, John Michaelson, memberi tahu tentang novel keduanya yang siap beredar di pasaran. Sayang saya tidak bisa langsung bereaksi pada saat itu karena kesibukan saya menjelang babak baru kehidupan (cieeee) yang ada di depan mata. Ketika akhirnya bisa meluangkan sedikit waktu, saya segera meluncur ke toko buku dan mencari buku ini. Kekecewaan menemui saya ketika saya mendapati bahwa stok buku versi bahasa Inggrisnya tidak ada di toko buku tersebut, jadi dengan hati sedih saya melangkah ke kasir dan membayar buku versi bahasa Indonesianya. Versi Bahasa Inggrisnya saya dapatkan dari sang penulis setelah dengan tidak tahu malu memberi #kodekode dalam review awal.

.

Points of discussion:

  1. First impression

Sampulnya versi Indonesianya mengingatkan saya pada buku Neil Gaiman, The Ocean At The End Of The Lane. Sangat biru. Teduh. Versi Bahasa Inggrisnya cantik. Saya suka lukisan wajah Annisa dan latar belakangnya yang berwarna lembut.

  1. How did you experience the book?

(Indonesia) Dibaca dalam dua hari, bisa berhenti tapi lebih suka tidak berhenti saat membaca. (Inggris) dibaca dalam waktu beberapa minggu, karena alasan banyak faktor dan peristiwa.

  1. Characters

Annisa, Peter, Ria, Ghozali, Linda, dan tokoh pendukung lainnya. Tapi intinya, cerita berkisar dengan mengintip isi kepala lima orang tersebut.

Tokoh lain yang meninggalkan kesan:

  • Eva: teman dekat Annisa.
  • Agus: mahasiswa kurang ajar. Saya pernah jadi mahasiswa dengan dosen pembimbing orang barat, tapi karakter Agus benar-benar membuat saya geram. Bikin malu.
  1. Plot

Alur maju. Plot waktu tidak disebutkan dengan jelas.

  1. POV

Orang ketiga.

  1. Main Idea/Theme

Drama keluarga, pencarian jati diri.

  1. Ending

Tuntas, tapi tidak berarti melegakan. Semacam membaca film festival yang bagian akhirnya masih menyisakan bundel ketidakpuasan dalam dirimu.

  1. Questions (sebagian sudah terjawab via e-mail)
  • Mengenai supir taksi, apakah John pernah merasakan dicurangi juga?

Yes, I had”.

  • Mengenai buku, lebih suka diterjemahkan bagaimana? Sesuai dengan naskah aslinya? Atau idiom Inggris diterjemahkan menjadi idiom Indonesia?

“Tepat seperti yang sudah diterjemahkan”.

  • Apa pendapat John mengenai poligami? Apakah dia akan melakukannya jika ada kesempatan/kebutuhan? Atau lebih ke ‘pokoknya tidak’.

“Pokoknya tidak”

  • Kenapa Peter memanggil Annisa dengan ‘my dear’ sejak awal? Apakah dia melakukannya pada semua mahasiswa perempuan yang berkonsultasi dengannya? Atau hanya pada Annisa?
  • Sebenarnya Peter mengajar mata kuliah apa sih?
  1. Benefits

Sudut pandang kebaratan yang berbenturan dengan sudut pandang Indonesia memberi sebuah wawasan baru tentang persepsi.

.

Quote:

Lebih banyak paragraf filosofis daripada kalimat yang biasanya dijadikan quote. Namun saya ingin menuliskan kembali di sini filosofi “kapal yang berlabuh” menurut Peter (hal.41 par.2):

Kau bisa menjadi murid yang hebat, tapi itu hanya jika kau belajar menerima  beberapa kritikan. Jika tidak, kau hanyalah kapal yang berlabuh, tidak mengizinkan angin membawamu ke tempat baru.

.

The others :

Fauzan Fadli

Mungkin kamu mau memberi tambahan dalam daftar ini? Share link tulisan opini kamu di kotak komentar.

.


Filed under: Book Review Tagged: Annisa, John Michaelson

Viewing all articles
Browse latest Browse all 585

Trending Articles