“Other members were casted other than me. I had to audition just to stand where i am today.” –KIM JONGIN
.
Kris berjalan pelan ketika memasuki ruang tengah dorm-nya. Ia tahu ini sudah larut malam dan semua pasti sudah tidur. Ia membuka kenop pintu perlahan, dan beruntung bahwa dorm mereka itu adalah bangunan baru di mana semua pintu tidak akan berderit jika dibuka.
Ia menaruh mantel hitam panjangnya di sofa ruang tengah. Setengah menghela napas ia berjalan menuju pantry. Mungkin segelas air mineral dingin bisa membuat kepenatannya sedikit berkurang.
Ruang pantry tidak banyak berubah, tetap berantakan, hanya saja sudah tidak ada piring kotor di bak cucian. Pasti Kyungsoo sudah mencuci piring sebelum tidur. Tidak mungkin Sehun apalagi Baekhyun. Luhan adalah pilihan terakhir jika sudah tidak ada manusia lagi di dorm ini.
Kris membuka lemari es dan dan mengambil sebotol air dingin. Ia mencari gelas bersih di antara tumpukan piring dan gelas di rak yang terletak di sebelah bak cucian, kemudian mengambil gelas besar berwarna kuning dengan corak Sponge Bob tercetak di badan gelas.
Sekali lihat ia tahu bahwa itu milik Chanyeol. Teman nyaris sama tingginya itu sebenarnya hanya besar di luar saja, sedangkan di dalam ia lebih menyerupai anak kecil yang manja.
Kris meneguk airnya perlahan. Rasa dingin mengalir di tenggorokannya dan segera mengirimkan sinyal segar ke otaknya. Lelaki jangkung itu kemudian duduk di kursi dekat meja pantry. Termenung sendirian sementara pikirannya melayang entah ke mana.
Ia selalu menyukai suasana dorm yang sepi. Suasana tenang membuatnya merasa rileks. Namun bukan berarti ia menyukai kesendirian. Kadang kala ia juga merindukan kemeriahan suasana dorm ini yang dibangun bersama rekan-rekan satu timnya.
“Oh ternyata kau sudah kembali. Bagaimana liburanmu?”
Kris tersentak kaget dan menoleh ke belakang tempat asal suara itu berasal. Ia melihat Jongin bersandar di jendela pintu kamarnya dengan tangan bersedekap. Rambutnya yang berantakan serta mukanya yang sedikit berminyak menandakan bahwa ia benar-benar baru bangun tidur.
Kris melirik arloji digitalnya dan melihat angka 01.58 di sana. “Ini sudah dini hari, aku pikir kau sudah tidur?”
Keheranan Kris ini sebenarnya beralasan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sang dancing machine EXO ini adalah seorang sleeplover. Kapan pun di manapun tidak ada pekerjaan yang lebih menyenangkan buat Jongin selain tidur.
Bahkan jika jadwal EXO berakhir sebelum jam sembilan malam, maka Jongin lah yang akan tidur duluan tepat jam sembilan. Meskipun begitu keesokan harinya ia tetap akan terseok-seok berjalan jika ada jadwal pagi.
“Aku memang sudah tidur, namun entah kenapa kali ini aku terbangun dan mendengar ada suara di ruang tengah.”
Jongin berjalan menuju pantry dan mengambil gelas favoritnya. Gelas gemuk berwarna hijau bergambar karakter buaya dari kartun Pororo, Crong. Ia membuka lemari es dan mencari susu rendah lemak dengan rasa plain miliknya.
Sembari menuangkan susu ke dalam gelas, dengan mata setengah mengantuk Jongin melirik Kris yang kala itu sedang menikmati segelas air dinginya dengan ekspresi kaku. Jongin memperhatikan bahwa Kris telah memotong pendek rambutnya dengan model cepak ala tentara.
“Aku tidak tahu kalau kau memotong rambutmu hingga seperti itu. Ternyata orang sepertimu bisa frustasi juga.” Jongin memandang Kris dengan tatapan mengejek yang kentara.
Sebenarnya satu hal yang sangat Kris ketahui dengan jelas bahwa ia dengan orang yang bernama Kim Jongin ini tidak akan pernah sejalan. Bahkan ini sudah kali berapa Jongin memanggilnya dengan sapaan langsung tanpa embel-embel Hyung atau Gege.
Kris memaklumi, atau lebih tepatnya ia tidak begitu peduli. Lingkungan Kanada tempat ia pernah dibesarkan juga tidak terlalu mempermasalahkan akan hal-hal seperti ini. “Aku sedang tidak mood untuk bertengkar denganmu, Jongin.”
Kai menaruh gelas susunya pelan, kemudian bersandar di badan lemari es dengan bahasa tubuh yang cukup membuat Kris mengepalkan tangan erat. Jongin menaruh kedua tangannya di dalam saku celana training-nya dengan senyum-separuh-mengejek khas miliknya.
“Sudah kubilang bahwa aku sedang tidak mood untuk berdebat denganmu.” Kris mengatakan kalimatnya dengan nada dingin. Dan ia makin tidak mengacuhkan Jongin, tidak melihat ke arahnya.
“Hei, Tuan Wu Yifan yang agung, tidak pernahkah kau diajari sopan santun untuk selalu menatap lawan bicaramu ketika berbicara?” Jongin menelengkan kepalanya sedikit untuk memberi efek dramatis akan kata-katanya. Jelas simpatinya akan sopan santun Kris itu semuanya adalah palsu.
Kris menaruh gelasnya dengan cukup keras di meja kaca di depannya. Dan kali ini ia langsung berdiri dan berhadapan dengan Jongin. Sedangkan lelaki di depannya yang telah menganggu waktu tenangnya kali ini hanya tersenyum mengejek.
Suara gelas yang beradu dengan meja kaca terdengar cukup nyaring di tengah suasana dorm yang sunyi. Sontak beberapa pintu kamar pun terbuka dan memunculkan sang pemilik dengan raut wajah mengantuk.
“Ada apa ini?” Chanyeol tersaruk-saruk menuju ruang tengah, berjalan ke arah saklar dan menyalakan lampu. Sekejap ruangan yang tadinya remang-remang dikarenakan hanya berasal dari bias lampu pantry, menjadi terang benderang.
Chanyeol sontak menyipitkan mata akibat ulahnya sendiri. Ia berusaha keras membuat dirinya terjaga dengan mengucek matanya sebentar. Kemudian melihat apa yang kiranya menjadi biang keributan di dini hari ini.
“Kris hyung kau sudah kembaliiiiiiiiii!” Chanyeol menghambur ke arah Kris dan memeluknya erat. Kris yang terkaget dan tidak siap, agak sedikit terhuyung tertimpa berat tubuh Chanyeol.
Ia menepuk-nepuk punggung lelaki dengan sepasang telinga lebar itu dengan pelan. “Terima kasih, Yeollie.”
Jongin yang melihat adegan pelepasan rindu itu hanya mendengus acuh. Chanyeol melepas pelukannya dan bersiap memberondong Kris dengan banyak pertanyaan yang beberapa hari ini sudah meluap ingin ia sampaikan.
“Kau tau, Hyung, aku mencemaskanmu. Kami semua mencemaskanmu. Manager hyung bilang kau tidak bisa dihubungi. Kau menghilang. Kami semua khawatir, Hyung.” Chanyeol melontarkan apa yang ia rasakan beberapa hari ini.
“Kami semua khawatir kau tidak akan kembali,” Chanyeol mengigit bibir bawahnya, “Aku pikir kau benar akan meninggalkan kami semua.”
Kris memandang Chanyeol dengan tersenyum, namun ia tidak menjawab. Baik itu mengiyakan maupun membantahnya.
“Jangan bilang bahwa kata ‘kami’ itu termasuk aku, Hyung, aku tidak berada di dalamnya.” Jongin menatap Chanyeol dengan serius.
Chanyeol yang mendengar perkataan Jongin mengerutkan kening dan menatapnya dengan pandangan kita-sudah-membahas-ini-berulang-kali-Kim-Jongin. Namun Jongin tidak gentar, ia menatap balik Chanyeol dengan pandangan menantang.
“Jongin….” Suara Chanyeol terdengar rendah dan cukup berbahaya.
“Aku sudah mengatakan padamu, Hyung, bahwa aku tetap pada pendapatku sendiri.”
Chanyeol menghela napas. “Jongin, mari kita bicarakan ini baik-baik.”
“Tidak, Hyung, aku tidak mau, apalagi untuk orang seperti dia.” Jongin serta merta menunjuk tepat di wajah Kris.
Kris yang seumur hidupnya tidak pernah mendapat perlakuan seperti ini jelas merasa tersinggung. Ia menggeser badan Chanyeol yang berada di depannya, yang secara tidak langsung menghalangi Kris dari Jongin.
“Tidak, Hyung, jangan bertindak apa-apa. Ini masih bisa kita selesaikan dengan bicara baik-baik. Dan kau, Jongin, kita ke ruang tengah.” Chanyeol menahan badannya di depan Kris, menyuruhnya untuk duduk kembali kemudian ia maju menghampiri Jongin.
“SUDAH KUBILANG HYUNG AKU TIDAK MAU BERBICARA BAIK-BAIK JIKA ITU MENYANGKUT ORANG SEPERTI DIA!” Jongin berteriak di depan Chanyeol dan sontak saat itu juga suara kerasnya membangunkan seisi dorm.
Semua pintu kamar terbuka. Suho dan Minseok keluar dari kamar dan segera mempelajari situasi. Mereka berdua lalu berdiri di antara Chanyeol dan Jongin.
“Ada apa ini, Yeollie, jelaskan padaku. Dan…” Suho bertanya dengan nada menuntut kemudian bola matanya tertumbuk pada sosok Kris yang duduk di kursi pantry tepat di belakang Chanyeol, “Oh, KRIS! Kau sudah kembali.”
Leader EXO-K tersebut segera menghampiri partner leader-nya kemudian memeluknya. Namun Kris hanya bergeming, tidak menanggapi pelukan Suho. Sedangkan Minseok, ia masih berdiri di sebelah Jongin dan mengerutkan kening.
Luhan, Tao, Baekhyun, Kyungsoo, Chen, Sehun dan Yixing menyusul keluar dari kamar mereka menyambut kegaduhan yang terjadi di dalam dorm mereka di pagi buta itu. “Hyeoonnggg… apa yang terjadi?” Yixing melihat kearah Minseok yang hanya membalas dengan mengangkat bahu.
Ketika Luhan akan maju mendekat, Chanyeol melarangnya. “Jangan ikut campur, Hyung, berhenti di situ dan kembali ke tempatmu.”
Masalahnya adalah Chanyeol lupa bahwa yang ia suruh itu adalah Luhan. Manusia paling keras kepala yang pernah ada, bahkan jauh lebih keras kepala daripada Baekhyun.
“Sejak kapan aku menuruti perintahmu?” sahut Luhan galak. “Baozi, ada apa ini?” Minseok hanya menggelengkan kepala, tanda bahwa ia juga tidak mengerti.
Pada akhirnya sisa member yang lain memilih menuruti perintah Chanyeol dan mengambil tempat duduk di sofa panjang ruang tengah. Dengan wajah yang sepenuhnya terjaga mereka menyadari bahwa tensi di ruangan ini sudah cukup panas. Dan dengan kehadiran Kris di antara mereka, tidak membuat hal ini bertambah baik.
“Jongin, kita bicarakan ini baik-baik. Aku mengerti ke arah mana pembicaraanmu kali ini.” Kris membuka suara.
Jongin mendengus kecil. “Bicara baik-baik?” Jongin maju selangkah ke arah Kris, namun masih dihalangi oleh Chanyeol.
“Apa maksudmu bicara baik-baik? Kalau kau mengatakan ini jauh sebelum meninggalkan kami semua dengan alasan konyolmu itu, aku mungkin masih bisa menerima.” Jongin mengatakan pendapatnya dengan penuh emosi.
“Tapi sekarang semua sudah terjadi, dan kau tahu akibatnya? KAU TAHU AKIBATNYA?!” Jongin merangsek maju dengan cepat, menggeser badan Chanyeol dan mengangkat kerah kemeja Kris hingga ia terbangun dari kursi.
“JONGIN!!! TENANGKAN DIRIMU!!!” teriak Minseok.
Perlu usaha gabungan dari Minseok, Suho, Chen dan Yixing untuk menarik Jongin dari tubuh Kris. Sedangkan Chanyeol, Luhan dan Tao benar-benar mengerahkan kekuatannya untuk menahan tubuh jangkung Kris agar tidak meninju Jongin.
Luhan berteriak pada Kris dalam bahasa China yang terdengar seperti mantra dewa di telinga Chanyeol, sedangkan Tao memegangi pinggang Kris sembari terisak menyebutkan kata ‘gege’ berulang kali.
Keadaan berubah menjadi tidak terkendali, baik Kris maupun Jongin benar-benar tidak bisa menahan dirinya lagi kali ini.
“Kau benar-benar manusia paling egois yang pernah ada di muka bumi ini. Dan dengan kapasitas seperti itu kau dipilih sebagai leader. Sungguh luar biasa, mereka pasti sudah buta.” Jongin melepaskan cengkeraman Suho di lengannya.
“Kenapa? Kau tidak terima? Hanya karena wajah tampanmu itu saja kau sudah merasa di atas angin. Apa yang kau bisa? Apa yang kau bisa lakukan untuk grup ini?” Jongin menatap galak Kris tepat di manik mata berwarna gelap itu.
Kris mengepalkan tanganya erat, napasnya naik turun menahan emosi. “Apakah kau tahu, mereka sempat menyesal memilihmu untuk masuk dalam grup ini. Namun seluruh formasi telah terbentuk dan tidak ada jalan mundur. Semua sudah terjadi, tapi apa? Bahkan kekhawatiran mereka nyaris terbukti.”
Mata Kris membulat. Ia memang sudah lama mendengar rumor itu, namun semua orang di sekitarnya menyangkalnya. Manager hyung bilang pada akhirnya ketika Kris sudah terpilih debut, maka itu adalah keputusan final apapun konsekuensinya.
“Dengar Kim Jongin yang terhormat,” ada nada sinis dalam suara Kris, “Mungkin aku memang tidak sesempurna itu. Dan seperti yang kau bilang, ya, aku akui mungkin aku memang tidak sehebat kalian semua, tapi dengar…” Kris menarik napas panjang, kemudian menatap seluruh rekan satu grupnya. “Yang perlu kalian perhatikan di sini adalah bahwa apapun keputusan yang aku ambil sepenuhnya adalah tanggung jawabku. Dan tidak ada unsur paksaan didalamnya. Apapun itu.”
Jongin memutar bola matanya malas. “Aku muak denganmu. Aku muak dengan segala penyangkalan yang kau lakukan. Kau tahu betapa banyak orang yang menggantungkan mimpinya di sini?”
“Banyak orang di luar gedung ini atau bahkan di dalam gedung ini yang sudah mengorbankan segala-galanya menunggu hingga nyaris hilang harapan dan berusaha hingga titik darah penghabisan hanya untuk satu kata debut, tapi kau…”
Jongin menatap manik mata Kris tajam, “Menurutku kau hanya orang yang beruntung. Kau seharusnya melihat bahwa semua orang di ruangan ini berusaha. Berusaha dengan seluruh hidupnya untuk bisa bertahan hidup dalam usaha meraih mimpi.”
Kris terdiam, ia hanya menatap Jongin tanpa ekspresi. “Apakah dirimu pernah berkaca? Berkaca bahwa apa yang sudah kau lakukan itu sangat memalukan. Kalau kau tidak tahan akan tekanan yang menderamu dan kau berpikir untuk bebas, seharusnya kau menolak apa yang mereka tawarkan dulu. Ini bukan sekedar percobaan yang setelah kau merasa bosan maka bisa kau tinggalkan, PENGECUT!!!”
Kris mendorong Luhan yang berada di depannya dan segera menarik tangan Jongin dan memukulnya tepat di pipi. Jongin terhuyung jatuh dan menabrak meja pantry. “JANGAN SEKALI-SEKALI BILANG AKU PENGECUT!!!” teriak Kris.
Jongin menyeka darah di sudut bibirnya akibat pukulan Kris. “Dasar Cina brengsek.” Gumamnya pelan.
“Jangan sekali-kali kau mencampurkan masalah ini dengan kewarganegaraan, Kim Jongin, atau ini juga akan menjadi masalah kami bertiga.” Yixing melemparkan tatapan tajam ke arah Jongin yang serta merta diikuti oleh Luhan dan Tao.
Suho yang melihat keadaan semakin memanas segera menengahi. “Kris, Jongin, kalian berhutang penjelasan pada kami semua.” Ia menarik tangan kedua lelaki itu dan mendudukkan mereka berdua di sofa. Sehun yang pada awalnya duduk menonton di sofa besar segera bergeser ke sofa yang lebih kecil.
Meskipun ukuran badan Suho nyaris separuh dari mereka berdua, namun jika sedang marah, ia terlihat mengerikan. Raut wajah yang biasanya terlihat hangat dan selalu menyunggingkan senyum ramah itu sekarang pias dan terlihat dingin.
“Jelaskan.” Komando Suho.
Kris membuang muka dan Jongin terlihat tidak peduli. “Aku melakukan ini karena memang aku peduli. Aku tahu aku tidak bisa menjadi seperti apa yang mereka harapkan, dan aku merasa bahwa ini adalah jalan terbaik.” Kris memandang Suho mencari pengertian dari tatapan matanya.
“Tidak ada bedanya dengan penakut,”
Suho menatap Jongin dengan tatapan menusuk seakan menyuruhnya diam.
“Aku hanya mengatakan yang sebenarnya, Hyung, kau seharusnya membelaku. Bukan orang asing ini.” Bentak Jongin.
“Jongin, duduk dan jaga ucapanmu.” Bentak Minseok.
“Baik, aku akan diam. Kalau kalian semua tidak terlalu berani menyampaikan apa yang seharusnya kalian sampaikan dan tetap memilih untuk bersembunyi di balik topeng penyangkalan.” Jongin bangkit dari sofa dan duduk di sebelah Sehun. Ia menjauh dari Kris.
“Aku melakukan ini karena aku peduli. Aku tidak ingin menajdi beban dan… aku hanya perlu waktu untuk berpikir.” Jelas Kris.
“Tapi Jongin seakan tidak memberiku jeda untuk membela diri.” Ia menatap garang ke arah Jongin. Dan yang menjadi objek tatapan hanya membuang muka.
“Semua orang juga memerlukan waktu untuk berpikir, Kris, namun sebenarnya kami sedikit menyesalkan keputusanmu.” Ujar Suho. Raut wajahnya sudah kembali melunak.
“Kau seharusnya bisa menjadi panutan. Namun sebenarnya aku juga merasakan apa yang kau rasakan.” Ia menepuk bahu Kris dengan lembut.
“Orang seperti dia, Hyung, tidak akan pernah bisa memahami apa yang kau rasakan. Ia hanya orang beruntung yang kebetulan datang di saat perusahaan sedang membutuhkan seorang figur luar yang tepat.” Jongin melirik Baekhyun sepintas.
Baekhyun yang berdiri di sebelah Chanyeol agak di sudut ruangan, tiba-tiba bergerak maju. “Bicara dengan jelas, Jongin, jangan bertele-tele. Apa maksudmu dengan ‘orang beruntung yang kebetulan datang di saat perusahaan sedang membutuhkan seorang figur luar yang tepat’? Aku dan Chen juga pendatang baru, dan jangan kau kaitkan dengan hal ini.”
“Baek, tenanglah ini bukan seperti yang kau pikirkan.” Chanyeol menarik tangan Baekhyun, namun secara tegas Baekhyun menepisnya.
“Tidak, Yeollie, Jongin harus menjelaskan padaku apa yang ia katakan.” Baekhyun memandang Jongin dengan penuh amarah. Ia tahu bahwa Jongin tadi secara tidak langsung menyindirnya.
“Hiks….”
.
“Hiks… Hiks…”
“HUWAAAAAAAAAAA… KENAPA KALIAN SEMUA BERTENGKAAAARRRRR HUWAAAAAAA….” Sehun sudah tidak bisa membendung tangisnya lagi.
Sedari tadi ia hanya duduk diam menonton dan sudah tidak tahan lagi. Sembari mengucek mata yang basah, ia melanjutkan mengutarakan apa yang ia rasakan.
“Huwaaaaaaa… hiks… aku senang Kris hyung sudah kembali… hiks… tapi mengapa jadi begini… Sehun capek… Sehun ingin tidur tapi kalian semua berisik. HUWAAAAAAAAA….”
Semua yang melihat tangisan Sehun semakin keras kontan menjadi sedikit panik. Jongin yang duduk di sebelah Sehun kontan berjengit mendengar betapa keras Sehun menangis.
“Junmyeon… Junmyeon… urus anakmu.” Seru Minseok. “Dan kalian berdua,” Ia menunjuk pada Kris dan Jongin, “Kita bicarakan ini siang nanti dan jangan sampai manager hyung tahu. Sekarang kita semua tidur, biar Junmyeon yang mengurus Sehun.” Minseok mengakhiri instruksinya.
Semua yang ada di ruangan itu kembali masuk ke kamar masing-masing sedangkan Sehun mengikuti Suho ke arah dapur, ia ingin dibuatkan segelas susu hangat. Jongin yang sudah sampai di ambang pintu kemudian bergumam dengan jelas.
“Mungkin bagi kalian hal ini bukanlah masalah, karena kalian ditemukan. Sedangkan aku, aku yang hingga hari ini bisa sampai berdiri di sini adalah yang menemukan kalian, menemukan jalan apa yang aku inginkan, dan aku hanya berusaha untuk bertahan. Bagaimanapun caranya.” Kemudian ia menutup pintu kamar dengan cukup keras.
Kris yang mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Jongin mengerti benar apa maksud dari semua itu. Ia melangkah memasuki kamar dengan langkah gontai, ia merasa bersalah namun di satu sisi ia juga merasa ingin didengar.
Tampaknya pembicaraan siang nanti akan berjalan cukup panjang. Namun pada akhirnya ia memilih untuk beristirahat. Matanya langsung terpejam begitu sisi wajahnya menyentuh bantal.
* * *
Filed under: fan fiction, one shot Tagged: EXO, Kim Jongin, Kris Wu
