Previous : [1]
“Kau membuatku jijik, Lee Howon. Menjauhlah dariku jika kau ingin makan dengan cara tak beradab seperti itu.”
Sungyeol mengernyit dengan ekspresi jijik di wajahnya. Di sampingnya Howon sedang berusaha menghabiskan potongan ketiga sandwich-nya. Lelehan sisa mayonaise dan saus sambal mengotori pinggiran bibir lelaki itu, membuatnya terlihat tak ubahnya seorang balita yang baru saja dibiarkan belajar memakan makanannya sendiri tanpa disuapi. Jorok sekali.
“Tidak ada makanan yang lebih lezat dari makanan gratis yang dimakan dengan sepenuh hati, Sungyeol-ah.” Satu gigitan besar sandwich masuk lagi ke mulut Howon sebelum kemudian mulai menjilati satu-persatu jemarinya yang belepotan sisa makanan. Sungyeol harus memalingkan wajahnya untuk menyelamatkan nasib bibimbap yang baru ia masukkan ke perutnya beberapa saat lalu. Howon tahu sekali cara untuk membuatnya ingin muntah.
Kedua lelaki itu berada di kantin kampus sekarang. Sejak dua hari yang lalu Howon terus merengek pada Sungyeol agar mau mentraktirnya dengan uang yang ia peroleh dengan berpura-pura menjadi kekasih Yu-Kyung. Bagaimanapun Sungyeol bisa berpura-pura menjadi kekasih Yu-Kyung dan mendapatkan bayaran yang besar adalah berkat dirinya juga, begitu kata Howon. Jadi itu mengapa hari ini Sungyeol membiarkan Howon memesan apa saja yang ia inginkan di kantin kampus mereka.
“Ah, terserah kau saja, Howon-ah. Tapi aku ingatkan kalau sampai Shin Yu-Kyung meminta uangnya kembali, kau harus membantuku mengembalikannya. Kau sudah ikut menikmati uang itu sekarang.”
Howon seketika berhenti mengunyah dan menelan dengan paksa makanan yang belum lumer di mulutnya, ia menoleh dengan mata melotot lebar pada Sungyeol. “Kau membatalkan kesepakan kalian? Oh bodoh sekali kau, Lee Sungyeol! Kau tidak akan bisa mengganti uang sebanyak itu.”
Sungyeol mengerang. Ia mengusap wajahnya dengan telapak tangannya. Frustrasi. “Demi Tuhan, aku tidak membatalkan apapun. Berhenti mengataiku bodoh, aku tahu aku tidak akan bisa mengganti uang itu kecuali aku bersedia menjual diri pada istri-istri pengusaha yang kesepian.”
Sungyeol berkata jujur. Ia tidak membatalkan kesepakatannya dengan Shin Yu-Kyung. Tetapi ini sudah nyaris seminggu dari saat kesepakatan itu dibuat dan semua masih seperti sedia kala. Sungyeol belum melakukan apapun yang bisa membuatnya bisa terlihat sebagai kekasih gadis itu dan itu membuat Sungyeol merasa seperti sedang memakan gaji buta. Lelaki itu tidak tahu apa yang salah. Ia memang berusaha menghindari Shin Yu-Kyung sebisa mungkin, tetapi gadis itu memiliki nomor ponselnya dan ia bisa menghubungi Sungyeol kapanpun ia mau. Akan tetapi… nothing! Gadis itu tidak pernah menghubunginya.
Dua hari belakangan perut Sungyeol sering dibuat serasa melilit karena rasa was-was. Jangan-jangan Yu-Kyung yang ingin membatalkan kesepakatan mereka. Bagaimana jika gadis itu meminta agar uangnya dikembalikan? Dugaan itu membuat Sungyeol ingin menangis. Separuh dari uang itu sudah habis terpakai. Ia tidak akan bisa menggantinya, lalu beberapa skenario mulai muncul di dalam kepalanya. Ada beberapa opsi di dalam pikirannya. Yang pertama, menjual diri kepada wanita-wanita tua yang kesepian. Yang kedua, menjadi bintang film dewasa (itupun jika ada yang berminat dengan tubuhnya yang tidak menarik itu dan for God sake, Lee Sungyeol tidak pandai berakting). Atau yang ketiga, melarikan diri ke Pulau Jeju bersama Sungjong jika kemudian Shin Yu-Kyung melaporkannya ke polisi karena tidak bisa mengembalikan uang itu. Dan kenapa ke Pulau Jeju? Tentu saja karena Sungyeol tidak punya cukup uang untuk melarikan diri ke luar negeri. Ha-Ha-Ha. Silakan tertawa sepuasnya. Masa depan Sungyeol memang suram.
Sungyeol lantas membenturkan kepalanya ke permukaan meja. “Ugh… Jika aku diberi kesempatan untuk hidup di kehidupan selanjutnya, aku harap aku tidak pernah mengenal Shin Yu-Kyung lagi. Gadis itu membuatku gila.” erangnya.
Howon terdiam sesaat dengan bibir yang merapat. Melihat kondisi Sungyeol, ia sungguh ia tidak tahu harus tertawa atau menangis. Sesaat kemudian ia mengangkat bahunya tak acuh dan kembali memakan sandwich-nya.
Oh, makanan gratis memang yang paling lezat.
-
Terakhir kali Sungyeol begitu gembira menerima sebuah telepon adalah ketika salah seorang staff HRD swalayan tempatnya bekerja sekarang meneleponnya dan mengatakan kalau ia diterima bekerja di sana. Ia dan Sungjong sudah hampir ditendang ke luar dari apartemen mereka ketika itu karena sudah menunggak uang sewa selama dua bulan, Sungjong juga sedang membutuhkan beberapa buah buku baru dan ia sendiri butuh uang untuk membayar beberapa keperluan di kampus. Maka kabar bahwa ia akhirnya mendapat sebuah pekerjaan membuat lelaki itu segera melompat-lompat seperti orang kesetanan. Sungyeol pikir itu pertama dan terakhir kalinya ia akan menerima sebuah telepon yang membuatnya begitu gembira. Tetapi Sungyeol ternyata salah, itu bukan yang terakhir kalinya.
Tiga hari sudah berlalu sejak ia mentraktir Howon dan selama itu Shin Yu-Kyung masih tetap tak kunjung menghubunginya. Sungyeol benar-benar merasa dirinya akan gila. Ia tidak mengerti kenapa Shin Yu-Kyung membuat kesepakatan untuk berpura-pura menjadi kekasih, memberinya sejumlah uang hanya untuk berdiam-diam diri tanpa melakukan apapun. Bukankah gadis itu punya taruhan bersama teman-temannya? Kemarin Sungyeol sudah nyaris menyuruh Sungjong mengemasi pakaiannya untuk melancarkan skenario ketiga untuk melarikan diri ke Pulau Jeju. Tidak ada alasan lain yang bisa Sungyeol pikirkan kecuali Shin Yu-Kyung belum menghubunginya juga kecuali karena memang gadis itu ingin membatalkan kesepakatan mereka.
Ketika akhirnya ponsel Sungyeol berdering dan memperlihatkan nama Shin Yu-Kyung di layar ponselnya yang berkedip-kedip, maka tidak mengherankan akhirnya Sungyeol terpekik. Sungjong yang sedang menyantap mi instan di meja dapur sampai tersedak karena kaget. Sungyeol tidak mengacuhkannya, yang ia pikirkan saat itu hanyalah akhirnya Shin Yu-Kyung menghubunginya.
“Halo Yu-Kyung-ssi, a—”
“Where are you now, Honey?”
Huh? Honey?!
Sungyeol menjauhkan ponsel itu dari telinganya dan menatap ponselnya dengan dahi berlipat-lipat. Ia mencoba memastikan kembali dengan siapa ia sedang terhubung. Tidak salah, yang meneleponnya benar-benar Shin Yu-Kyung. Masih dengan rasa bingung, Sungyeol kembali menempelkan ponsel itu ke telinganya.
“Yu-Kyung-ssi…”
Lagi-lagi Sungyeol tidak dibiarkan sempat menyelesaikan kalimatnya. Di seberang sana ia mendengar suara beberapa orang. Sepertinya Yu-Kyung tidak sedang sendiri. Samar, ia mendengar Yu-Kyung berbicara dengan orang yang ada bersamanya, “Excuse me, sepertinya kekasihku tidak bisa mendengar suaraku dengan jelas.”
Sempat jeda selama beberapa saat sebelum kemudian Sungyeol kembali mendengar suara Yu-Kyung berbicara. “Lee Sungyeol, aku tidak peduli kau sekarang ada di mana atau sedang melakukan apa, aku mau kau ada di sini sekarang juga. Aku akan mengirimkan alamatnya padamu.”
“Ap—” Seketika Sungyeol mengerang. Shin Yu-Kyung benar-benar tidak membiarkannya berbicara sekalipun. Tetapi sesaat kemudian lelaki itu hanya mengangkat bahunya tak acuh. Setidaknya ia sekarang yakin kalau gadis yang baru saja berbicara dengannya benar-benar Shin Yu-Kyung yang ia kenal dan bukannya Shin Yu-Kyung yang diculik dan telah dicuci otaknya oleh alien. Gadis itu memanggilnya ‘Honey’ terdengar sangat mengerikan dan terasa sangat sulit dipercaya, kecuali kalau otak gadis itu memang telah dicuci oleh para alien tentu saja.
Saat sebuah pesan singkat berisikan sebuah alamat masuk ke ponsel Sungyeol, lelaki itu segera menyambar jaketnya.
“Aku keluar sebentar, Sungjong-ah. Tidak perlu menungguku, aku membawa kunci.” Sungyeol berseru sambil lalu. Ia bahkan tidak menoleh sedikitpun pada Sungjong yang masih terbatuk-batuk kecil di dapur.
-
Howon sering mengatai Sungyeol bodoh. Tetapi Sungyeol sama sekali tidak terima. Ia tidak bodoh. Tidak ketika ia bahkan bisa membaca situasi apa yang ada di hadapannya kini tanpa perlu siapapun menjelaskan kepadanya terlebih dahulu.
Sungyeol sampai di alamat yang diberikan Yu-Kyung kepadanya sekitar lima belas menit kemudian. Ia bersyukur ternyata tempat itu tidak begitu jauh dari apartemennya sehingga ia hanya perlu satu kali menaiki bus. Tempat itu adalah sebuah coffee shop bernama J-Coffee. Saat pertama kali masuk, Sungyeol segera mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Yu-Kyung. Tidak sulit menemukannya, karena ternyata gadis itu duduk di tempat yang bisa terlihat dengan mudah dari pintu masuk—tepat di samping jendela. Di hadapan gadis itu ada seorang lelaki dan seorang perempuan yang ikut menoleh pada Sungyeol ketika Yu-Kyung melambaikan tangannya kepada Sungyeol.
Sudah Sungyeol katakan kalau ia tidak bodoh. Ia tahu ini adalah saatnya ia beraksi sebagai kekasih pura-pura Yu-Kyung. Lelaki itu pikir ia sudah siap dengan beberapa akting kecil dengan perannya sebagai kekasih Shin Yu-Kyung. Tetapi ketika Yu-Kyung memberinya seulas senyuman lebar dan segera memeluknya ringan, ternyata Sungyeol tetap sempat sampai dibuat menahan napasnya selama beberapa saat.
Oh, baiklah… Shin Yu-Kyung sangat pandai berakting sepertinya, maka Sungyeol akan mencoba mengimbangi permainan gadis itu. Saat Yu-Kyung melepaskan pelukannya, Sungyeol membiarkan lengannya tetap melingkar di pinggang gadis itu saat mereka kembali duduk. Setelah itu Sungyeol baru menyadari betapa cantik gadis tak dikenal yang duduk tepat di hadapannya. Gadis itu tersenyum sopan dan membungkuk sedikit pada Sungyeol. Sungyeol pun mengikuti gestur gadis itu, tetapi kali ini senyumnya terasa agak kikuk. Tidak setiap hari Sungyeol dapat bertemu dengan gadis yang begitu menawan seperti gadis di hadapannya itu. (Ah, tentu saja Shin Yu-Kyung juga cantik, tetapi Shin Yu-Kyung menyebalkan maka Sungyeol tidak akan mengakui kecantikannya secara terang-terangan.) Saat seorang lelaki di samping gadis yang belum dikenal Sungyeol itu berdehem, Sungyeol baru setengah gelagapan mengalihkan tatapannya dari gadis cantik itu. Ia juga merasakan cubitan pelan Yu-Kyung di pinggangnya yang membuat Sungyeol meringis pelan.
Uh-oh! Lee Sungyeol baru saja ketahuan melirik gadis lain di ‘kencan pertama’-nya bersama Shin Yu-Kyung. Payah!
“Aku selalu ingin tahu lelaki seperti apa yang bisa menaklukkan hati Yu-Kyung dan kini rasa penasaranku terjawab.” Lelaki itu tersenyum pada Sungyeol dan kemudian mengulurkan tangannya untuk berjabat. “Kim Myungsoo. Yu-Kyung’s eldest brother.”
Kakak lelaki Yu-Kyung?! Bola mata Sungyeol sedikit terbelalak mendengar kenyataan itu. Sungyeol pikir apa yang ada di antara ia dan Yu-Kyung bukan sesuatu yang serius. Ia pikir ini hanya persoalan pertaruhan Yu-Kyung dengan teman-temannya sehingga Sungyeol mengira ia hanya perlu menunjukkan dirinya di depan teman-teman gadis itu saja. Tetapi belum apa-apa gadis itu sudah mempertemukannya dengan salah seorang anggota keluarganya. Lelaki itu dengan canggung menerima jabatan tangan itu dan membungkukkan badannya dengan sopan. “Lee Sungyeol.” katanya.
Yu-Kyung berdecak kesal di samping Sungyeol. Sepertinya ia sama sekali tidak senang dengan apa yang diucapkan Myungsoo. “Hanya saudara tiri, not related by blood.” sahut gadis itu ketus.
Sungyeol menoleh pada Yu-Kyung dengan mata menyipit. Ia menganggap sikap Yu-Kyung yang demikian itu cukup kasar, tetapi ia memilih untuk tidak berkomentar dan hanya membentuk huruf O dengan mulutnya. Well, Sungyeol sempat heran mengapa kedua orang ini memiliki marga yang berbeda, tetapi sekarang pertanyaan itu sudah terjawab.
“Itu tidak merubah apapun, Kyungie. Kau tetap saudariku.” Myungsoo menyahut membuat Yu-Kyung kembali berdecak. Saudara lelaki Yu-Kyung itu kemudian melingkarkan lengannya di bahu gadis cantik yang sempat Sungyeol pandangi tadi. “Dan ini Jin Seorin, tunanganku.”
Sungyeol kembali menanggapinya dengan senyuman canggung, sedikit kecewa karena gadis cantik itu ternyata sudah menjadi milik orang lain. Tentu saja, semua gadis cantik memang seringkali sudah memiliki kekasih. Hanya gadis cantik dan galak seperti Yu-Kyung yang masih sendiri. Sungyeol nyaris terkikik sendiri memikirkan hal itu. Jangan sampai Yu-Kyung tahu apa yang baru saja ia pikirkan atau gadis itu tanpa ragu akan mengulitinya hidup-hidup.
Geez, Lee Sungyeol! Jangan memikirkan macam-macam, berkonsentrasilah pada pekerjaanmu.
Sungyeol menyadari dengan cepat bahwa Yu-Kyung tidak lagi bersuara. Ia menoleh pada Yu-Kyung di samping yang dirasanya mendadak menjadi begitu diam dan lelaki itu harus tertegun ketika mendapati bagaimana Yu-Kyung memandang lengan Myungsoo yang melingkar di bahu Seorin. Yu-Kyung menatapnya dengan tatapan membara, seperti sebuah bom yang dapat meledak kapan saja.
Sungyeol bukan orang yang paling banyak pengalaman soal cinta, tetapi ia tahu benar makna tatapan Yu-Kyung itu. Lelaki itu cepat-cepat mencari sesuatu untuk segera mencairkan suasana. “Apa kita tidak akan memesan sesuatu?” tanyanya nada dengan nada ceria melihat kondisi meja di hadapan mereka yang masih kosong. Sungyeol menarik buku menu dari meja dan membentangkannya di tengah agar Yu-Kyung juga dapat melihatnya. “Kau mau mencoba memesan waffle Yu-Kyung-ah? Sepertinya itu adalah menu andalan di tempat ini.”
Usaha Sungyeol mungkin berhasil mengalihkan perhatian Myungsoo dan Seorin. Myungsoo kemudian juga ikut menarik buku menu lain dan kini kedua orang itu mulai memilih-milih menu apa yang akan mereka pesan. Tetapi apa yang dilakukan Sungyeol sepertinya sama sekali tidak berefek kepada Yu-Kyung. Gadis itu sama sekali tidak terlihat melunak. Ia tetap mengikuti setiap pergerakan Myungsoo dan Seorin dengan pandangan awas dan tatapan yang tajam. Setiap kali Myungsoo dan Seorin menunjukkan gestur yang lebih intim, maka setiap itu pulalah Sungyeol dapat merasakan Yu-Kyung menjadi lebih tegang di tempat duduknya. Setiap kali Myungsoo tersenyum begitu lembut kepada Seorin, maka setiap itu pulalah Yu-Kyung memberi Seorin tatapan seolah-olah ia ingin membunuh tunangan kakak lelakinya itu.
Pada akhirnya Sungyeol hanya bisa mendesah pelan mengamati kelakuan Yu-Kyung. Kehidupan si Barbie itu ternyata tidak sesederhana yang Sungyeol kira.
-
Filed under: fan fiction, series Tagged: Infinite, Lee Sungyeol, Without Heart
