Look for the girl with the broken smile
Ask her if she wants to stay awhile
…and she will be loved.
Maroon 5 – She Will Be Loved
“Kau tidak pernah bisa melakukannya dengan benar, hm?”
Siwon tersenyum dan membiarkan Soon Yi mengambil alih apa yang dilakukannya terhadap yang melingkar di lehernya sejak beberapa menit lalu. Hasil jerih payahnya tidak terlalu memuaskan dengan simpul terlihat masih longgar dan posisi yang miring. Benar kata Soon Yi, dia memang tidak pernah bisa melakukannya dengan benar.
“Hm, aku tidak pernah bisa melakukannya dengan benar. Tidak tanpamu.”
Soon Yi tidak mengalihkan perhatiannya dari apa yang dilakukannya—tatapannya masih tertuju lurus pada simpul dasi lelaki itu—tetapi Siwon dapat melihat dengan jelas bagaimana kedua sisi sudut bibir gadis di hadapannya itu melengkung naik.
“Kau dan mulut manismu memang tidak mungkin dipisahkan.” celetuk gadis itu dan Siwon hanya melepas tawa hangat.
“But you like it, don’t you? Jika tidak, kita pasti tidak akan ada di sini hari ini.”
Soon Yi tidak menjawab, tetapi sebuah gumaman pelan tertangkap oleh pendengaran lelaki itu. Siwon tahu bahwa ia bisa menganggapnya sebagai jawaban positif.
Gadis itu kemudian menepuk ringan dada Siwon begitu ia menyelesaikan pekerjaannya dan menatap hasil karyanya itu sekian detik. Senyum puas terukir di bibirnya.
“Ayo. Para tamu pasti telah menunggu di luar.”
-
Soon Yi adalah bagian dari mimpi indah Siwon yang menjadi nyata. Atau mungkin bahkan terlalu indah untuk menjadi kenyataan. Gadis itu adalah putri tunggal pewaris sebuah perusahaan ternama. Ia cantik—lelaki manapun tanpa ragu pasti bersedia untuk bertekuk lutut memohon cinta. Tetapi lihat kini gadis itu justru menyerahkan segenap hatinya kepada Siwon yang bukan siapa-siapa.
Siwon tahu bahwa ia akan terlihat tidak tahu diri jika meminta lebih ketika kini perlahan ia menyelipkan sebuah cincin di jemari gadis itu dan gadis itupun memasangkan cincin serupa beberapa saat setelahnya ke jemari Siwon.
Tepuk tangan bergema di seluruh ruangan, senyuman bahagia bertabur dari orang-orang yang mendoakan kebahagiaan mereka. Tetapi salahkah Siwon ketika merasa sebentuk perasaan aneh terasa menggurat di rongga hatinya?
Barangkali rasa gugupnya yang salah. Barangkali senyum menawan Soon Yi yang salah. Perutnya kini terasa digelitiki rasa cemas—cemas apakah ia mampu membuat senyum menawan itu tetap bertahan di bibir Soon Yi. Dan juga ada rasa bersalah yang ia tidak tahu entah darimana datangnya.
Lelaki itu sudah semakin dekat terhadap apa yang dicarinya. Ia tahu, tetapi kenapa ia merasa tak benar-benar bahagia? Tanpa sadar, ia menyapu pandangannya ke sekeliling seolah sedang mencari-cari sesuatu. Ketika mata lelaki itu bersirobok dengan mata seorang gadis lain di ruangan itu, maka Siwon mengerti apa yang salah.
Senyum palsu dari gadis yang melingkarkan lengan di lelaki yang akan menjadi calon ayah mertuanya yang salah.
Saejin. Gadis itu tersenyum padanya. Namun Siwon tahu benar senyum itu tidak menyentuh hati gadis itu.
Senyum itu palsu. Rusak. Kamuflase. Kedok.
Senyum itu sangat salah.
-
Sore yang cerah di kediaman keluarga Kim. Ini untuk kesekian kalinya Siwon berada di antara orang-orang yang akan segera menjadi keluarga barunya. Beberapa orang saudara Soon Yi duduk bersisian dengan mereka di sebuah meja besar yang ditata indah di taman belakang sambil menikmati teh dan camilan sore. Beberapa kerabat lainnya juga di sana, saling bertukar cerita, saling bertukar tawa.
Berada di sana, Siwon seolah mendapatkan apa yang tidak pernah dimilikinya selama ini. Keluarga. Kekayaan. Dan barangkali secuil secuil kebahagian.
Hanya secuil karena ada rasa tak nyaman kembali menggelitik di hati lelaki itu. Di ujung meja, Saejin duduk menempel di sisi calon ayah mertuanya. Tertawa, tetapi lagi-lagi Siwon merasa itu hanyalah tawa palsu. Siwon mendapati dirinya tak dapat mengalihkan perhatiannya dari gadis itu.
“Persiapan pernikahan kita akan selesai dua minggu lagi.” ujar Soon Yi.
Siwon berusaha memalingkan wajahnya dari Saejin dan memberikan segenap perhatiannya kepada Soon Yi—tunangannya.
Soon Yi tersenyum sumringah. Ia melingkarkan lengannya di lengan lelaki itu, lalu merebahkan kepalanya dengan nyaman di pundak Siwon.
“Aku sudah melihat gaunnya kemarin. Sangat indah. Aku akan menjadi pengantin tercantik untukmu, Siwon-ah. Dan gerejanya—”
Kalimat Soon Yi terhenti. Ia dapat merasakan tubuh Siwon menegang di sampingnya dan membuat gadis itu kembali menegakkan kepala dan memerhatikan lelaki itu dengan cemas.
“Siwon, kau tidak apa-apa?”
Tetapi Siwon tidak mendengarkan. Karena ia tidak mendengar, maka ia juga tidak menjawabnya. Tatapan lelaki itu tertuju ke tempat lain, begitu juga perhatiannya.
Baru sesaat ia mengalihkan perhatiannya dari Saejin, namun ketika ia kembali mengembalikan tatapannya pada gadis itu ia sudah melihat sesuatu yang tidak ingin ia lihat. Di sana, Saejin tampak mengernyit sakit. Tangan calon ayah mertuanya mencengkeram lengan gadis itu dengan kuat. Mereka tampak bertengkar dengan sengit lewat tatapan yang saling menghujam, namun tak ada suara yang keluar. Meski Siwon tak ingin melihatnya, namun ia mendapati dirinya masih menatap ke arah yang sama ketika calon ayah mertuanya menyeret Saejin menjauh dari meja jamuan dengan paksa. Semua orang hanya terdiam tak bereaksi, bahkan tak ada segurat rasa simpati di wajah mereka.
Tidak, Siwon tak dapat membiarkan ini. Ia tidak bisa membiarkan Saejin diperlakukan demikian.
Tanpa sadar Siwon bangkit dari tempat duduknya. Ah, jika saja Soon Yi tidak segera menahannya.
“Mau ke mana?” tanya gadis itu menyelidik.
Siwon melenguh frustrasi. Ekor matanya masih mengikuti bayangan sosok Saejin yang diseret semakin mendekat ke dalam rumah. Demi Tuhan, Siwon berani bersumpah ia kini sedang berusaha mati-matian untuk menahan amarahnya agar tidak mengibaskan tangan Soon Yi yang menahannya. “Ayahmu menyakitinya, Soon Yi.”
“Biarkan saja. Wanita penggoda itu pantas mendapatkannya. She’s just a bitch.”
Bitch.
Hati lelaki itu berdenyut sakit mengetahui bagaimana mereka memandang Saejin. Tidak lagi berpikir, lelaki itu akhirnya benar-benar menghempaskan lengan Soon Yi dengan kasar. Dia juga tidak lagi menoleh ke belakang ketika langkahnya lebar dan cepat menuju arah sosok Saejin dan lelaki tua itu tadi menghilang. Yang lelaki itu tahu hanya amarah, ketika ia sampai di dalam rumah dan mendapati lelaki busuk itu menampari Saejin berkali-kali.
Dalam hitungan detik, Siwon menghambur maju dan memberikan pukulan keras yang pantas diterima oleh lelaki tua yang beberapa saat lalu masih dianggapnya sebagai calon ayah mertua. Oh, kini tentu sudah tidak lagi.
Yang Siwon tahu kini hanyalah bagaimana menenangkan Saejin yang terisak di pelukannya.
“Sssttt… tenanglah, Saejin-ah. Semuanya akan baik-baik saja. Aku janji semua akan baik-baik saja.”
Saejin tetap terisak. Semua akan baik-baik saja, huh? Entah bagaimana, gadis itu tahu apa yang diucapkan Siwon itu hanyalah sebuah frasa kebohongan. Semua tidak akan baik-baik. Mulai hari ini dan beberapa waktu ke depan, mereka akan kembali hidup di jalanan sampai mereka menemukan target baru.
“Kau bodoh, Siwon-ah. Seharusnya kau menahan diri. Mendapatkan target seperti keluarga Kim, tidak mudah, kau tahu?” gumam gadis itu. Wajahnya telah terbenam di dada Siwon, membuat suara tangisnya terdengar bagai isak yang datang dari kejauhan.
Siwon tidak menjawab, melainkan hanya memeluk Saejin kian erat. Memberi kehangatan pada gadis itu lewat pelukannya—berharap pelukannya dapat mengulang lagi janji yang dulu pernah Siwon ucapkan kepada gadis itu bahwa ia tidak akan berbahagia hanya bila gadis itu mendapatkan kebahagiannya juga dan bahwa ia tidak akan pernah membiarkan gadis itu menangis lagi. Berharap pelukan itu dapat memberitahu betapa ia menyayangi gadis itu. Sedari dulu, tak pernah berubah.
-
Twelve Years Ago
Dua orang bocah duduk bersisian di tengah dinginnya malam. Pakaian yang mereka kenakan hanya secarik pakaian lusuh dan tipis—jauh dari kata layak. Tubuh mereka kumal dan berdebu. Dan perut mereka keroncongan menahan lapar.
Sambil berbagi selembar selimut penuh tambalan, keduanya menengadah menatap bulan penuh yang bersinar terang di langit kota Seoul. Mereka sudah melakukannya selama belasan menit, mengabaikan lalu lalang kendaraan yang beberapa meter di depan.
“Bulannya menari, Siwon-ah.” kata bocah perempuan.
“Bulan tidak menari, Saejin-ah. Bulan hanya diam di tempat. Ia tidak bergerak, apalagi menari.” bocah lelaki menjelaskan.
“Tetapi di mataku bulannya terlihat menari.” bantah Saejin. “Jika kau melihat bulan saat sedang menangis, bulannya akan terlihat menari.”
Dengan kening berkerut, Siwon menoleh pada Saejin dan mendapati mata gadis kecil itu sudah berlinang air mata. Dada Siwon terasa dipukul dengan keras melihat sahabat kecilnya menangis. Perlahan ia merangkul pundak Saejin erat-erat, membiarkan kepala gadis itu tertumpu di pundaknya.
“Aku lapar sekali, Siwon-ah.” bisik gadis kecil itu lagi.
Siwon berpura-pura tidak mendengar apa-apa. Jika saja kakinya sudah sembuh, barangkali ia akan kembali menyelinap masuk di sebuah supermarket dan mengambil beberapa potong roti untuk Saejin. Tetapi semalam, seorang pemilik kedai menangkap basah ia sedang berusaha mencuri makanan dan ia tertangkap lalu menginjak kakinya dengan keras.
“Suatu saat nanti kita akan menjadi orang kaya, Saejin-ah. Kita akan memiliki rumah yang besar. Kita tidak akan kelaparan dan kau tidak perlu menatap bulan ketika sedang menangis lagi.”
Saejin menggeser sedikit kepalanya agar ia dapat melihat sisi wajah Siwon. “Benarkah? Bagaimana caranya?”
Siwon tersenyum kecut. “Entahlah. Mencurinya dari bank, mungkin. Atau menikah dengan orang kaya. Aku akan melakukan apa saja.”
Saejin terdiam. Dalam pelukan Siwon, ia kembali menengadah dan mendapati sang bulan masih menari. Tetapi suatu hari gadis kecil itu percaya suatu hari ia akan bisa menatap bulan yang tidak sedang menari. Selama ia memiliki Siwon di sisinya.
-fin-
note : cerita angst terinspirasi dari MV She Will be Loved by Maroon 5, tetapi ditulis diiringi lantunan Falling Slowly by Kris Allen. lol
Filed under: fan fiction, one shot Tagged: Choi Siwon, Super Junior