Quantcast
Channel: saladbowldetrois
Viewing all articles
Browse latest Browse all 585

Without Heart – Chapter 3

$
0
0

wh

“Asal kau tahu, Lee Sungyeol—“ Gadis itu menarik napasnya perlahan. Ia terlihat sedang mati-matian mengendalikan emosinya. “Aku tidak suka jika kau mencampuri urusanku, terutama ketika kau melakukannya hanya atas dasar secuil fakta kecil yang baru kau ketahui tentang diriku.”

-

Sungyeol merasa hopeless. Dia tidak lagi bisa melihat apa poin dari keberadaannya di antara kakak beradik Yu-Kyung dan Myungsoo beserta kekasihnya, Seorin. Sungyeol mengira Yu-Kyung memanggilnya ke sana dengan tujuan untuk menunjukkan betapa mereka adalah pasangan kekasih yang berbahagia. Oh, betapa salah pikiran Sungyeol.

Sepanjang sisa pertemuan itu, Sungyeol hanya duduk diam sambil menghabiskan waffle pesanannya, sementara di sampingnya Yu-Kyung tetap memandangi pasangan Myungsoo dan Seorin dengan tatapan menusuk. Sementara pasangan kekasih di depan mereka—entah benar keduanya tidak sadar atau memang sengaja mengabaikan tatapan Yu-Kyung—mereka hanya sibuk dengan urusan mereka sendiri. Tetapi semakin lama Sungyeol merasa ada yang salah dengan kemesraan kedua orang itu, meski dia juga belum tahu apa.

Untung saja sebelumnya Sungyeol memesan waffle porsi besar. Melihat kelakuan ketiga orang itu membuat Sungyeol lapar, waffle porsi kecil  jelas tidak cukup untuk membuatnya merasa  kenyang. Akan tetapi begitu makanannya habis, tetap saja Sungyeol kembali terjebak di tengah situasi super-awkward kembali yang untuk saja tidak berlangsung begitu lama. Sungyeol nyaris bersorak kegirangan ketika pasangan Myungsoo-Seorin mengatakan mereka masih memiliki keperluan dan harus segera pulang.

Menghabiskan waktu pertemuan itu dengan berpura-pura tidak tahu-menahu mengenai reaksi Yu-Kyung terhadap keintiman Myungsoo dan Seorin, sedikit membuat Sungyeol tersiksa sebenarnya. Maka ketika ia dan Yu-Kyung berjalan menuju tempat mobil Yu-Kyung di parkir, Sungyeol tidak lagi bisa menahan hasratnya untuk berkomentar.

“Kau menyukai Kim Myungsoo.” ujar Sungyeol.

Sungyeol tidak sedang bertanya melainkan hanya memverbalkan apa yang jelas-jelas sudah ada di depan matanya beberapa saat lalu. Myungsoo sudah pergi terlebih dahulu dengan Seorin, sehingga saat itu hanya ada ia dan Yu-Kyung—dan ia merasa sekarang sudah cukup tepat untuk mengeluarkan apa yang ada di dalam kepalanya.

Mendengar apa yang diucapkan Sungyeol, Yu-Kyung yang berjalan di samping lelaki itu, sempat terhenti sejenak. Ia tidak menoleh dan tidak menunjukkan reaksi apapun. Raut gadis itu terlihat begitu dingin. Tetapi tidak ada satu patah kata yang keluar dari mulutnya dan dalam hitungan detik gadis itu kembali melanjutkan langkah menuju mobilnya yang sudah semakin dekat.

Tetapi Sungyeol sendiri tidak tahu apa yang sedang merasukinya. Ia tahu bahwa tidak seharusnya ia ikut campur, namun ia justru mendapati dirinya kehilangan kontrol atas lidahnya sendiri. “Kau menyukai saudaramu sendiri.” Sungyeol memulai lagi.

Saat itu mereka sudah beberapa langkah dari mobil milik Yu-Kyung dan gadis itu tak juga bereaksi. Hal itu sedikit mengusik rasa penasaran Sungyeol. Gadis itu tidak lagi terlihat seperti Shin Yu-Kyung yang dikenalnya. Gadis arogan yang dia tahu seharusnya tidak akan cuma sekadar diam tak bersuara menghadapi situasi seperti saat itu. Bahkan saat Yu-Kyung mulai membuka pintu sisi kemudi mobilnya, gadis itu masih memilih tetap bungkam. Membaca ekspresi wajahnya jelas tidak ada di dalam daftar opsi, karena Sungyeol tidak bisa melihat ada apapun di sana.

“Kau tahu—“

“Bisakah kau tutup mulutmu, Lee Sungyeol?!”

Mulut Sungyeol akhirnya kembali merapat. Shin Yu-Kyung kini tengah menatapnya dengan tatapan membara. Jika saja udara di antara mereka adalah sejenis konduktor, api dari mata gadis itu pasti sudah menjalar keluar dan membakar Sungyeol hidup-hidup.

Jujur saja Sungyeol sama sekali tidak memperkirakan Yu-Kyung yang beberapa detik lalu masih minim reaksi bisa tiba-tiba terlihat meledak seperti barusan.

“Asal kau tahu, Lee Sungyeol—“ Gadis itu menarik napasnya perlahan. Ia terlihat sedang mati-matian mengendalikan emosinya. “Aku tidak suka jika kau mencampuri urusanku, terutama ketika kau melakukannya hanya atas dasar secuil fakta kecil yang baru kau ketahui tentang diriku.”

Begitu saja, sosok Yu-Kyung menghilang di balik mobilnya disusul dengan suara pintu mobil yang terbanting keras. Tak berapa lama suara mesinnya meraung nyaring dan segera berlalu dengan kecepatan tinggi meninggalkan Sungyeol yang masih berdiri di tempatnya semula dengan mulut sedikit terbuka dan belum sepenuhnya bisa mencerna apa yang baru saja dikatakan Shin Yu-Kyung kepadanya.

-

Hari-hari berikutnya, Sungyeol kembali tidak saling kontak dengan Yu-Kyung dan lelaki itu kembali dilanda kegalauan seperti saat sebelum Yu-Kyung menyuruhnya datang ke J-Coffee. Tetapi yang berbeda adalah jika sebelumnya Sungyeol dihantui perasaan cemas-cemas kalau-kalau Yu-Kyung berniat membatalkan kesepakatan mereka dan meminta uangnya kembali, maka kali ini lelaki itu dihantui oleh rasa bersalah.

Melihat bagaimana reaksi gadis itu sesaat sebelum ia memacu mobilnya meninggalkan pelataran parkir J-Coffee, Sungyeol seketika tahu bahwa ia memang seharusnya tidak ikut campur. Sepintas—meski ia hanya menangkapnya selama sesaat, sebelum gadis itu masuk ke dalam mobilnya, bukan lagi hanya sekadar amarah yang berhasil lelaki itu tangkap dalam tatapan Yu-Kyung, melainkan juga sorot terluka.

Shin Yu-Kyung benar. Tidak seharusnya ia mencampuri urusan gadis itu di saat apa yang ia ketahui tentang gadis itu hanyalah secuil.

Ada sesuatu yang Sungyeol lewatkan di sana. Sejauh yang ia lihat, Yu-Kyung tidak menutup-nutupi rasa ketidak-sukaannya terhadap keintiman Myungsoo dan Seorin di hadapan kedua orang itu. Dan dengan semua gelagat yang ditunjukkannya, seharusnya tidaklah sulit menerjemahkan ketidak-sukaan gadis itu berpangkal pada rasa cemburu. Hanya orang bodoh yang tidak akan menyadari sikap gadis itu.

Tetapi Myungsoo dan Seorin bersikap seola-olah tidak tahu dan tidak mau tahu. Sungyeol menilai bahkan pada titik tertentu, kemesraan kedua orang itu sudah terkesan dibuat-buat. Seperti dengan sengaja ingin melukai Yu-Kyung.

Oh, God… Sungyeol benar-benar ingin membanting kepalanya ke tembok. Ia benar-benar telah melewatkan sesuatu. Ia terlalu konservatif ketika tanpa berpikir panjang bahwa pada situasi yang di hadapannya itu, menghakimi bahwa yang salah sepenuhnya adalah Yu-Kyung—karena gadis itu tetap mencintai kakak lelakinya sendiri yang telah bertunangan. Padahal Sungyeol tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi di balik semua itu.

Tiga hari mereka kembali tidak saling kontak dan pada hari yang ketiga Sungyeol sudah tidak tahan lagi dengan perasaan bersalah yang menggerogoti. Jika biasanya Sungyeol memilih untuk menghindar sejauh mungkin dari Shin Yu-Kyung, maka kali ini justru dia sendiri yang mulai mencari-cari keberadaan gadis itu.

Siang sehari setelahnya, Sungyeol memang berhasil menemukan keberadaan Yu-Kyung yang tampak sedang mengobrol bersama-sama teman Barbie-nya di pelataran gedung perkuliahan gadis itu. Lelaki itu berusaha mendekat berharap para gadis itu akan menyadari keberadaannya. Awal kesepakatan mereka untuk berpura-pura sebagai kekasih adalah taruhan Yu-Kyung dengan teman-teman perempuannya itu, maka Sungyeol berasumsi jika Yu-Kyung melihatnya ketika ia sedang bersama teman-temannya, lantas gadis itu akan memilih melupakan sejenak apapun masalah di antara mereka dan menghampirinya.

Usaha Sungyeol menunjukkan hasil ketika salah satu teman Yu-Kyung mulai menunjuk-nunjuk ke arah Sungyeol lalu menyikut Yu-Kyung pelan, seolah memberi kode kepada gadis itu untuk menghampiri Sungyeol. Tetapi sepertinya Sungyeol berharap terlalu banyak, gadis itu sepertinya masih dikuasai amarah. Ia hanya menoleh sekilas ke arah Sungyeol, lalu melengos dan segera pergi begitu saja dengan raut wajah dingin. Gadis itu bahkan tidak menghiraukan panggilan teman-temannya yang berusaha menahan kepergiaannya.

Parah, Sungyeol hanya bisa menghela napas panjang sementara tatapannya masih terarah ke tempat di mana sosok Yu-Kyung mulai menjauh. Rasa bersalah itu semakin terasa kentara di dada Sungyeol.

-

“Mukamu kusut sekali, Sungyeol-ah. Kau tahu, tanganku jadi gatal ingin menyetrikanya.”

Sungyeol hanya berdecak pelan mendengar ucapan Dongwoo, salah satu rekannya bekerja di swalayan itu memang senang sekali ikut campur. Dan Sungyeol menyebut dirinya cukup sial dengan mendapatkan shift bersama Dongwoo di bagian gudang stok barang di saat mood-nya sangat jauh dari kata baik.

Seminggu sudah berlalu dari kejadian di J-Coffee dan masih tidak ada yang berubah di antara mereka. Shin Yu-Kyung justru menjadi semakin sulit ditemui. Sungyeol tidak lagi melihat gadis itu tampak berkumpul bersama teman-temannya. Bahkan ketika ia memutuskan untuk mengenyampingkan harga dirinya sejenak dengan mencoba menghubungi nomor ponsel Yu-Kyung, lelaki itu kembali harus menelan kekecewaan karena ternyata nomor itu dimatikan.

Sungyeol tidak tahu mengapa ia begitu merisaukan Yu-Kyung. Dua minggu dari dua bulan kesepakatan mereka sudah terbuang dengan percuma.  Sungyeol memang masih sedikit mencemaskan jika ia sampai harus mengganti uang Yu-Kyung, tetapi itu bukan lagi menjadi poin utama. Lelaki itu tidak mengerti mengapa melihat sorot terluka di mata Yu-Kyung begitu mengganggunya.

Barangkali karena dia adalah penyebab dari sebagian sorot terluka di mata gadis itu, pikir Sungyeol. Dan dia hanya tidak ingin dibebani rasa bersalah.

“Kurasa kau butuh sedikit hiburan, Sungyeol-ah.” ujar Dongwoo lagi begitu melihat wajah Sungyeol yang semakin kusut hanya dalam hitungan detik saja. Lelaki itu tiba-tiba saja menyeringai lebar dan kemudian merangkul pundak Sungyeol.

“Kau tahu tidak, kemarin manajer memberiku sebuah voucher gratis ke sebuah klub eksklusif. Aku dan beberapa rekan kita yang lain berencana untuk pergi ke sana malam ini. Kau harus ikut, ini mungkin satu-satunya kesempatan untuk kita memasuki tempat seperti itu.” Dongwoo menepuk-nepuk pelan pundak Sungyeol dengan sengiran lebar di wajahnya.

Sungyeol sayangnya tidak ikut tersenyum karena dia tidak benar-benar tertarik dengan ide yang baru saja diajukan Dongwoo. Ia tidak yakin datang ke sebuah klub malam meski seberapa eksklusifpun klub itu tidak akan dapat memperbaiki apa yang terjadi di antara dirinya dan Yu-Kyung.

Otak Sungyeol segera berputar mencari sejumlah alasan untuk menolak ajakan Dongwoo. Ia hampir saja berkilah bahwa ia punya setumpuk tugas kuliah di rumah dan esok ia memiliki jadwal ujian sebelum akhirnya ia sadar kalau esok adalah hari minggu. Dongwoo tidak akan menerima alasan yang berkaitan dengan kuliah jika mengingat betapa pemaksanya seorang Jang Dongwoo. Mungkin Sungyeol bisa menggunakan alasan kalau ia tidak ingin membiarkan Sungjong sendirian di rumah saja.

“Jangan katakan kau tidak mau pergi karena tidak ingin meninggalkan adikmu sendirian di rumah, Sungyeol-ah. Ayolah, Sungjong sudah cukup dewasa dan ia pasti tahu cara untuk mengurus dirinya sendiri.” Bahkan sebelum Sungyeol sempat berbicara, Dongwoo sudah terlebih dahulu mematahkan alasan yang masih ada dalam kepalanya itu.

Uh-oh. Sekarang Sungyeol tidak lagi punya pilihan lain selain ikut bersama teman-temannya.

-

Kata eksklusif sepertinya memang tidak salah menggambarkan klub yang mereka kunjungi malam itu. Dari segi kawasan saja, klub itu sudah berada di kawasan jantung Kota Seoul. Penjagaan klub itu juga sangat ketat, beberapa lelaki bertubuh kekar berkali-kali menilik penampilan Sungyeol, Dongwoo dan dua teman mereka yang lain dari ujung kaki hingga ujung kepala sebelum akhirnya menginjinkan mereka masuk ke dalam.

Sesampainya di dalam, mereka juga dibuat sedikit menganga dengan penampilan interior tempat itu. Aroma alkohol menguap di udara, tetapi kali ini sangat berbeda dengan aroma soju murahan yang familiar di penciuman mereka. Para bartender bekerja di balik meja bar tinggi di salah satu sisi bar dengan seragam yang tertata rapi dan terlihat elegan. Gelas-gelas kristal beserta botol-botol wine berbagai tingkat kualitas terpajang di lemari kaca di belakang meja bar. Di lantai dua, bangunan itu ada beberapa ruangan kaca dengan tirai-tirai penutup dan beberapa fasilitas mewah untuk para pengunjung yang menghendaki ruangan yang lebih privat. Para pengunjung di tempat itu juga semuanya terlihat dari kalangan kelas atas. Hal itu terlihat jelas dari pakaian dan aksesori yang mereka kenakkan.

Jika ada satu bagian dari klub itu yang Sungyeol temukan tidak jauh berbeda dengan klub kebanyakan, maka itu hanyalah lantai dansanya. Seberapa eksklusif apapun klub itu, lantai dansa tetap menjadi tempat orang-orang menari, flirting kiri dan kanan, mencari kesempatan untuk saling menyentuh di antara tarian dan lantunan suara musik yang sebagian besar terjadi dalam kondisi setengah mabuk, atau bahkan benar-benar mabuk.

Di sampingnya, Dongwoo, Jisook dan Chun Hee sudah bersiul-siul senang ketika dua gadis blasteran berjalan layaknya model papan atas di depan mereka. Bagi teman-teman Sungyeol itu, klub sepertinya adalah surga semalam. Tetapi Sungyeol hanya mendengus, sampai saat ini dia masih tidak begitu suka terjebak di tempat itu hingga mungkin beberapa jam ke depan. Ketika ketiga temannya mulai berpencar di klub itu untuk mencari kesenangan masing-masing, Sungyeol memutuskan untuk mencari tempat untuknya duduk dengan tenang dan sedikit jauh dari keramaian.

Lelaki itu hampir berbalik pergi meninggalkan tempatnya semula ketika secara tidak sengaja pandangannya kembali terlempar ke lantai dansa. Meski di antara cahaya lampu berkerlap-kerlip, Sungyeol pasti tidak salah mengenali sosok Yu-Kyung.

Gadis itu tampak sedang menari di tengah-tengah lantai dansa di antara para pengunjung lain. Gerakannya sedikit tidak terkendali dan seketika Sungyeol tahu kalau gadis itu terlihat sedang mabuk berat. Di depannya ada seorang lelaki—entah siapa—yang sedang menari berhadapan dengan gadis itu. Mata Sungyeol menyipit, ketika dilihatnya lengan-lengan lelaki itu mulai merangkul tubuh Yu-Kyung mendekat. Tangan lelaki itu nakal, menjelajahi pinggang dan punggung gadis itu dan semakin lama-semakin turun ke bawah. Dan Yu-Kyung hanya terus menikmati tariannya, membiarkan lelaki itu semakin leluasa dengan apapun yang sedang ia lakukan. Tampaknya gadis itu sudah terlalu mabuk untuk memproses apa yang sedang dilakukan lelaki itu padanya.

Napas Sungyeol tercekat. Ia tidak yakin bahwa ia menyukai apa yang ia lihat di depan matanya kini. Tatapan lelaki itu berkilat penuh kebencian pada lelaki yang merangkul Yu-Kyung, membuatnya ingin menendang jauh-jauh lelaki itu dari Yu-Kyung. Dan sebelum Sungyeol sempat sadar terhadap tindakannya, ia sudah menghambur maju untuk melakukan apa yang sejak tadi ingin ia lakukan.

Sungyeol menarik lelaki yang memeluk Yu-Kyung hingga pelukan itu terlepas dan ia segera melayangkan sebuah pukulan keras hingga lelaki itu terhuyung dan jatuh ke belakang. Kebengisan yang terpancar jelas di wajah Sungyeol cukup untuk membuat lelaki itu mengurungkan niatnya yang ingin membalas pukulan Sungyeol. Ia hanya bisa menyerapah kecil ketika Sungyeol menarik lengan Yu-Kyung menjauh dari tempat itu setelah berucap dengan lantang.

“Shin Yu-Kyung, kau ikut denganku sekarang!”

-


Filed under: fan fiction, series Tagged: Infinite, Lee Sungyeol, Without Heart

Viewing all articles
Browse latest Browse all 585

Trending Articles