Quantcast
Channel: saladbowldetrois
Viewing all articles
Browse latest Browse all 585

[Oneshot] Under an Umbrella

$
0
0

Under an Umbrella by Chocokailate

 .

.

-o-

“Coincidence is God’s way of remaining anonymous.”

~Albert Einstein

-o-

 .

.

Aku tidak pernah paham pada barisan kebetulan yang berpusar dalam hidupku.

Mulai dari sebuah kebetulan, bahwa aku seorang perempuan yang memiliki jenis suara yang lumayan bagus untuk direkrut menjadi anggota oleh klub vokal di sekolahku. Kemudian kebetulan ketuanya, lelaki yang bernama Byun Baekhyun, yang terkenal punya tatapan sinis pada semua anggota baru, entah bagaimana bisa jadi sangat dekat denganku.

Oh! Mungkin karena kebetulan, kami berdua punya banyak sekali kesamaan. Mulai dari lagu favorit, penyanyi favorit, makanan favorit, angka favorit, mata pelajaran favorit, dan berbagai hal kecil lainnya.

Hingga akhirnya, kebetulan, kami berdua sama-sama jatuh cinta.

 .

Namun, dua tahun kemudian, datanglah suatu kebetulan yang membuatku berkubang dalam kesedihan hingga kini.

Yaitu ketika Byun Baekhyun dipanggil pergi, begitu tiba-tiba, begitu tak terduga …

untuk selamanya.

 .

~

 .

Sebuah hari yang basah. Lagi.

Dan lagi-lagi sebuah kebetulan terjadi.

Payungku tertinggal di rumah. Jadi, aku memutuskan untuk duduk diam membisu di bangku panjang halte, melayangkan lamunan panjang tentang Baekhyun pada langit yang menghujani bumi dengan airmatanya.

 .

Setelah beberapa lama memandangi langit, aku merasa ada yang aneh, dan akhirnya aku menoleh.

Kemudian, saat itulah, kebetulan…

matanya tertangkap olehku.

 .

Bukan mata Baekhyun tentu. Meski aku berharap begitu. Pria kesayanganku itu sudah pergi sejak setahun yang lalu.

.

Ini mata seorang pria yang berdiri menjulang tidak jauh dariku. Pria itu memandangiku di balik payungnya berwarna gelap. Sosok itu mengenakan hoodie jacket beserta ransel yang senada dengan payungnya.

Senada dengan manik matanya yang sedang memandangiku.

 .

Kemudian, tiba-tiba ia melangkah menujuku, berhenti tepat di depanku, dan bertanya arah sebuah alamat, yang – kalau bukan kebetulan, aku tidak tahu lagi ini namanya apa – ternyata hanya beberapa rumah dari tempatku tinggal.

Pemuda berambut hitam dengan model spike itu tersenyum lebar, memamerkan barisan giginya yang rapi ketika ia mendengar penjelasanku tentang arah menuju alamat yang ia cari. Lalu sepasang matanya mengerling ramah dan jenaka ketika ia menawarkan untuk berbagi payung dengannya, begitu aku berkata bahwa aku tahu alamat itu karena tempatku tinggal tidak jauh dari alamat yang ditujunya.

 .

Aku jelas tidak mengenalnya, dan mungkin saja dia menculikku.

Namun, mungkin karena tersihir senyum jenakanya, atau karena kerlingan ramahnya …

lewat satu anggukan patuh, aku begitu saja menyetujuinya.

 .

Kami berjalan berdua, berbagi payung miliknya. Satu tangannya dimasukkan ke dalam saku jaketnya, satu lagi memegangi payung yang menaungi kami. Bahuku bersentuhan dengan lengannya ketika ia merapatkan diri agar aku tidak terkena tetesan hujan. Di antara semerbak aroma tanah yang basah …

aroma pria ini mengingatkanku akan Byun Baekhyun.

 .

Kebetulan?

Ah, tentu saja ini tidak mungkin. Aku merutuki diri sendiri.

Jelas sekali pria ini berbeda dengan Baekhyun. Sama sekali tidak ada mirip-miripnya. Mantan kekasihku itu bermata sipit dengan ujung yang melengkung ke bawah yang membuatku gemas setengah mati tiap melihatnya merayuku dengan tampang yang lucu. Sedangkan pria ini …

matanya terbuka lebar-lebar ketika memandangiku sepanjang jalan.

.

Baekhyun hanya lebih tinggi sedikit dariku, aku biasa berbisik dan bersenda gurau dengan meniup-niup daun telinganya ketika berjalan berdua dengannya di bawah hujan seperti ini. Sementara lelaki yang sekarang berjalan di sampingku ini …

puncak kepalaku hanya sebatas bahunya. Aku harus mendongak untuk memandanginya yang terus-menerus tertawa dan berkelakar sepanjang jalan.

 .

Mereka berbeda.

Lalu mengapa ini semua terasa begitu familiar? Begitu … sama?

 .

~

.

Ketika kami sampai pada alamat yang ia cari, rumah pamannya, pria itu memaksa agar ia mengantarkanku terlebih dulu sampai ke depan rumahku.

Masih di bawah naungan payung yang dipegangnya, aku membungkuk padanya. “Terima kasih.”

Senyum lebar masih terus tercetak di wajah pria itu. Membuatku berpikir, apa mulutnya tidak pegal tersenyum lebar terus begitu?

“Aku yang terima kasih karena sudah diantarkan dan ditunjukkan jalan.”

Aku balas tersenyum. “Ah, tidak apa-apa. Kebetulan rumahku searah dengan alamat yang kau cari.”

 .

Mendengar itu, ia menelengkan kepalanya sejenak, alisnya bertaut seraya berpikir. “Hmm.. menurutku, di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan.”

Sebelah alisku terangkat. “Oh ya? Kalau begitu, menurutmu ini namanya apa?”

 .

“Takdir.”

Ia mengatakannya dengan begitu tegas dengan suaranya yang khas. Membuatku seketika terpana.

Ia terdiam sejenak menatapku. “Tuhan pasti menginginkan aku bertemu dan berkenalan denganmu.”

Kali ini, ia mengatakannya dengan ekspresi yang sangat polos dan jenaka hingga membuatku menyemburkan tawa ke udara.

 .

Melihat reaksiku itu, dia buru-buru berlalu sambil tersenyum malu, sekilas menoleh dan melambai ke arahku sambil menggumamkan kata-kata semacam ‘sampai bertemu lagi’, lalu menggaruk-garuk tengkuknya, bahkan ketika tawaku belum juga sirna.

Dia lucu.

 .

Aku masuk ke dalam rumah, masih dengan senyuman yang ditularkan olehnya.

Senyumnya yang lebar benar-benar menular.

 .

Park Chanyeol.

Aku mengingatnya dengan jelas seolah ia terus membisikkan namanya di telingaku.

 .

Park Chanyeol. Hujan. Payung yang tertinggal. Sebuah alamat.

Mungkin itu semua memang bukan kebetulan. Mungkin seperti kata Park Chanyeol tadi, semua ini adalah rencana Tuhan. Mungkin kami berdua memang sengaja dipertemukan oleh Tuhan di sudut jalan.

Mungkin memang selalu ada maksud tertentu di balik setiap peristiwa yang terjadi.

 .

.

.

Ketika masuk ke dalam kamar, pandanganku jatuh pada foto mantan kekasihku yang terpampang di meja belajarku.

Hei, Byun Baekhyun, kau tidak boleh tertawa melihat kejadian tadi dari atas sana.

Aku tahu kau masih mengawasiku. Iya, kan?

 .

.

Mungkin bukan kebetulan juga, Baekhyun pernah datang mengisi hidupku dan mewarnai hari-hariku.

Aku tersenyum simpul. Kususuri wajahnya yang tercetak sempurna dalam frame di tanganku.

.

Hei, Byun Baekhyun … bahkan sampai detik ini, aku masih merindukanmu.

 .

.

***END***

 .

.

9e85cdee89cff8c4dcce01b7ff4f06f3

.

.

.

 


Filed under: fan fiction, one shot Tagged: Byun Baekhyun, Park Chanyeol


Viewing all articles
Browse latest Browse all 585

Trending Articles