-aminocte-
Katamu, cinta harus diberikan sesukanya. Kataku, cinta harus diberikan secukupnya.
.
Katamu, cinta seharusnya diberikan ad libitum, sesukanya. Cinta mesti diberikan sebebas-bebasnya. Tak perlu ditakar, beri saja seberapa suka. Entah itu seciduk tangan atau seluas samudera, asalkan sanggup, berikan saja. Tak perlu khawatir kekurangan, tak perlu pula takut menjadi terlampau dermawan.
Lalu, aku bertanya, “Bagaimana jika orang yang kaucintai tak sanggup menerimanya?”
Kau menggoyangkan telunjukmu. Tak mungkin itu terjadi, jawabmu. Hati memiliki kapasitas yang tidak terbatas. Sebanyak apa pun cinta yang kelak kau berikan, sebanyak itu pula hati sanggup menampungnya. Tak pernah ada sejarahnya orang mati karena kelebihan cinta. Yang ada hanyalah orang yang sengsara karena kekurangan cinta. Hatinya siap menerima, tetapi yang memberi tak kunjung tiba.
Namun, bagiku, cinta seyogianya diberikan quantum sufficit, secukupnya. Cinta bukan sesuatu yang harus ditahan-tahan, bukan pula sesuatu yang musti dihambur-hamburkan. Ianya harus diberikan dalam jumlah yang cukup. Sekadarnya saja, penggenap jumlah, pelengkap rasa. Ganjil rasanya bila ia tiada, tiada patut pula ia berlebih jumlahnya.
Lalu, kau bertanya, “Bagaimana jika orang yang kaucintai meminta lebih?”
Sederhana saja. Aku akan meyakinkannya bahwa cinta yang kuberi sudah memadai. Cinta memang kebutuhan, tetapi bukanlah menjadi alasan untuk mengemis, meminta-minta. Takkan ada orang yang meminta lebih kecuali ia tidak mampu merasa cukup dengan apa yang ada. Tidak akan ada orang yang fakir akan cinta kecuali ia tidak mampu mensyukuri cinta yang ia terima.
Kemudian, tiba-tiba saja kau tergelak. “Jadi dalam cinta, ternyata kau juga perhitungan, ya?”
“Tentu saja. Memangnya kenapa? Kau keberatan?”
“Tidak sama sekali. Bukankah katamu hati yang bersyukur senantiasa merasa cukup?” Kau tertegun sejenak. “Aku justru khawatir denganmu. Jika kita kelak ditakdirkan bersama, apa kau sanggup menerima cinta yang kuberi? Aku tak punya apa-apa untuk menakar jumlahnya.”
Aku mengulum senyum.
“Tentu saja aku sanggup. Bukankah katamu hati tak mengenal batas dalam menerima cinta?”
fin
***
Author’s note:
Terinspirasi dari daftar singkatan bahasa Latin yang lazim digunakan dalam resep dokter. Maaf kalau terlalu ngeju :).
Filed under: one shot, original fiction Tagged: Sesukanya; Secukupnya
