.
-o-
.
“Leo! Jangan ganggu temanmu!”
Miss Tiff menangkap seorang anak lelaki berambut hitam yang berlarian lincah, dengan susah payah. Anak lelaki itu meronta-ronta sambil tertawa-tawa geli. Lidahnya menjulur keluar untuk mengolok-olok anak perempuan yang tadi diganggunya dan didorongnya hingga terjatuh. Anak perempuan itu menangis keras-keras.
Guru perempuan muda itu menghela napas dan memutar otak. Sebab, dirinya sudah hampir kehabisan tenaga menahan troublemaker cilik ini.
“Ingat Bloody Dary, Leo? Kalau Leo terus mengganggu anak-anak perempuan, nanti Bloody Dary akan marah.” Perkataan Miss Tiff kali ini membuat anak lelaki itu membeku.
.
Leo jagoan di sekolah. Dia tidak pernah takut pada siapapun. Bahkan Daniel, sahabat Leo yang badannya lebih tinggi darinya pun, tunduk padanya. Karena merasa seperti penguasa sekolah, Leo sering menjahili teman-temannya. Terutama anak-anak perempuan. Sebab, anak perempuan mudah sekali menangis. Itu menjadi hiburan khusus bagi Leo.
Kalau dimarahi atau dibentak, Leo akan ngambek, berlari, dan menangis keras-keras. Jadi, orang dewasa pun terkadang angkat tangan menghadapi unstoppable kid ini.
Dalam rangka menakut-nakuti Leo agar membuat anak itu sedikit menurut dan tidak mengusili teman-temannya lagi, Miss Tiff mengarang sebuah dongeng tentang hantu bernama Bloody Dary.
Bloody Dary adalah penjaga anak-anak baik dari mereka yang nakal. Bloody Dary akan muncul dan menghukum anak nakal yang suka mengganggu temannya. Dan konon, Bloody Dary selalu berwujud seorang anak perempuan, namun sangat seram.
“Bohong! Bohong! Bohong! Bloody Dary itu tidak ada!”
Leo berteriak, melepaskan diri dari dekapan Miss Tiff, dan berlari menghampiri Daniel.
.
“Huh, membosankan. ” Leo duduk sambil menghela napas panjang dan bersedekap. Bibirnya mengerucut. “Membosankaaaaan!”
Mainan favoritnya tak kunjung datang. Padahal mainan favoritnya itu tahan banting. Jarang menangis meskipun sering sekali dijahili oleh Leo. Sayangnya, mainan kesayangannya itu tidak datang ke sekolah selama beberapa hari kemarin. Sekolah jadi tidak asik – sangat tidak asik – tanpa dia. Apalagi papa dan mama Leo belum sempat mengajak Leo ke tempat dia untuk playdate lagi.
Oke, sepertinya Leo mulai merindukannya. Sedikit.
“Leo, dia datang!” Daniel tiba-tiba berseru menunjuk pintu.
Leo menoleh, seketika langsung berdiri dari duduknya. Semangatnya mendadak berkobar kembali. Matanya berbinar-binar. Senyum lebar terkembang di wajahnya. Dia segera mengambil ancang-ancang sambil berkacak pinggang.
.
“Loreeeeeeeennnnn!”
Leo berlari kencang menyongsong mainan favoritnya.
.
Tapi kemudian Leo berhenti mendadak.
Sebab, tiba-tiba Lauren bersembunyi di balik seseorang.
Anak perempuan juga. Tubuh anak itu lebih pendek dari Lauren. Sepertinya anak baru.
.
Leo memeloti anak baru itu agar menyingkir. Biasanya anak perempuan langsung mengkeret jika sudah ditatapi seperti itu.
Satu detik. Dua detik. Sepuluh detik. Mereka masih bersitatap.
Anak perempuan itu tetap bergeming. Kedua alisnya berkerut. Wajahnya merengut.
.
“Ada apa?” Daniel kebingungan melihat Leo malah kembali menghampirinya. Tadi Leo melengos dan berbalik dari kedua anak perempuan yang berdiri di depan pintu itu. Begitu saja!
Leo terdiam, lalu mengedikkan bahu sekilas. Tidak mau membuka mulut.
Tangannya kembali bersedekap, dagunya terangkat tinggi-tinggi. Sok tidak peduli. Tapi pandangan Leo terus mengekori anak baru itu. Anak perempuan itu masih memberengut. Ekspresinya sangat seram. Wajah Leo makin memucat.
.
Sebab dia teringat akan peringatan dari Miss Tiff.
Gawat, ternyata Miss Tiff benar!
Loren datang membawa Bloody Dary!
.
***
.
Leo the Bullies dan mainan kesayangannya, Loren ♥
.
Leo dan cute little Bloody Dayoungie ♥
.
Filed under: fan fiction, one shot Tagged: Hello Leo, Lauren Lunde, Leo Recipon, Yoon Dayoung
