Quantcast
Channel: saladbowldetrois
Viewing all articles
Browse latest Browse all 585

[ONESHOT] Mom, Breakfast and Him

$
0
0

SBC-BE may Menu

“Raniaaaaaaaaaaaaa… banguuuuunnnnnnnnnnnn. Ini sudah jam tujuh pagi, anak gadis nggak boleh bangun siang, pamaliiiiiiii. Kata orang tua nanti jodohnya jauh. Raniaaaaaaaaaaaaaa…!!!!!!!!” Rania membuka matanya perlahan mendengar teriakan sang mama dari lantai bawah.

“Iiiiihhh si mama iihhhhhhhhh, nggak tau apa kalo Rania lagi mimpi mau dipeluk YiFan. Iihhhhhhhhh sebal, tinggal dikit lagi juga. Aaakkkkkk….” Gadis bertubuh sedikit tambun itu berguling-guling di kasur.

Rania memaksakan dirinya untuk duduk. Dengan mata masih separuh menutup ia menoleh ke arah poster yang tertempel di dinding yang tepat berhimpitan dengan tempat tidurnya.

“Pagi tampan, maaf ya tadi kita ga jadi berpelukan.” Rania tersenyum ke arah poster besar di dinding kamarnya itu. Kemudian ia menempelkan dirinya di dinding dengan kedua tangan di kedua sisi kepalanya.

“Raniaaaaaaaaaaaa… kamu dengar suara mama nggak sih?”

Rania memejamkan mata dan menarik napas dalam.

Sabar-sabar orang sabar disayang YiFan.

“Iya maaaaaaaaa… dengar, sebentar lagi Rania turun.”

Rania kembali memfokuskan perhatiannya pada poster di depannya kemudian tersenyum lebar. “Nanti malam kita sambung lagi ya mimpinya, dah tampan.”

Bergegas bangkit dari tempat tidurnya, Rania menuruni anak tangga dengan langkah tersaruk-saruk. Ia berpegangan pada kayu di sisi tangga agar tidak terjatuh.

Si mama ih memang nggak bisa apa liat hidup Rania bahagia.

“Kamu lama banget sih? Mama ini sampai heran, kok bangunin kamu itu susah banget ya. Nggak seperti anak teman-teman mama yang lain. Pada rajin bangun pagi.”

Rania hanya mengdengarkan omelan mamanya dengan berdehem pelan. Ia duduk di meja makan tepat di samping mamanya yang sekarang sudah sibuk mengoleskan selai srikaya di atas selembar roti tawar.

Rania mengambil gelas kosong kemudian menuangkan susu cokelat dalam pitcher besar yang memang biasa menjadi bagian dalam ritual sarapan dalam keluarganya.

“Sebentar.”

Rania yang sudah menempelkan bibir gelas di mulutnya kemudian menghentikan kegiatannya dan menatap mamanya sambil mengernyit heran. “Kenapa ma?”

“Kamu sudah sikat gigi belum?”

Rania menggeleng.

“Oh ya Tuhan Rania, cepat sikat gigi dulu. Kamu jorok sekali sih. Nanti kalau dilihat sama calon ibu mertua kamu bagaimana? Kan mama yang malu dikira ga bisa didik anak.”

Demi Zeus penjaga gunung Olympus kenapa yang dibahas dari pagi sampai malam hanya jodoh, jodoh dan jodoh.

“Kan sekarang belum ada calon mertuanya ma, jadi santai aja.” Ujar Rania cuek. Ia langsung meminum susu cokelatnya dalam tiga kali tegukan besar.

Sang Mama hanya menggeleng pasrah. “Dengar Rania, kamu ini sudah 23 tahun. Tahun depan sudah 24, tahun depannya lagi sudah 25, kalau kamu dari sekarang seperti ini terus mama harus apa supaya kamu dapat jodoh?”

“Mama aahhhh… itu kan juga masih dua tahun lagi. Dua tahun lagi mama dan… Rania pikir yang namanya jodoh itu juga di tangan Tuhan. Jadi mama santai aja, duduk dirumah sambil siram tanaman. Nanti Rania bawakan calon menantu super tampan buat mama.” Entah mengapa mata Rania jadi berbinar-binar ketika menyebutkan kata ‘super tampan’.

Mamanya mengernyit curiga. “Jangan bilang kamu mau mencari laki-laki yang setipe dengan gambar poster di dinding kamar kamu itu?”

“Wah mama pintar.” Wajah Rania semakin sumringah.

“Rania ini bukan bahan bercanda. Idola kamu itu, siapa namanya? Pan… Ipan… Topan… Panpan-“

“YiFan mama, YI FAN bukan Panpan.”Seru Rania sebal.

“Ya siapalah itu, dia itu hanya ilusi semu. Tidak nyata. Carilah itu yang dekat. Yang nyata.” Ujar si mama sembari menaruh roti berselainya di atas piring. Tampaknya selera makan mamanya sudah hilang melihat tingkah laku anak gadisnya saat ini.

Rania hanya memutar bola mata malas. Tangannya memainkan gelas kosong bekas susu cokelat tadi.

“Lagian mama pikir ya, cowok Indonesia juga nggak kalah oke sama cowok-cowok Korea idola kamu itu. Dan yang terpenting rata-rata mereka semua seiman dengan kita.”

“Mana ada ma? Kalau ada juga pasti modelnya jadi alay, Rania nggak suka. YiFan itu di dunia ini cuman ada satu. Misalnya ada yang mirip pasti juga jatuhnya aneh. Lagian dia dari China ma bukan Korea.” Sungut Rania.

“Serius kamu mau cari yang mirip seperti Yipan kamu itu?”

Rania bergeming.

“Rania, kamu itu jadi orang harus yang realistis. Lagian usia kamu juga sudah dewasa, harus bisa membedakan mana yang dunia nyata mana yang dunia khayalan. Kamu sudah bukan remaja lagi sayang.”

“Iya ma Rania tahu. Rania juga cuman cari hiburan kok. Lagian Rania ini masih dua puluh tiga tahun ma. Masih muda. Dan Kesempatan Rania juga masih banyak.”

“Mama mengerti sayang, mama ini cerewet kayak gini cuman mau ingetin kamu aja, supaya jangan terlalu terlena dengan dunia fangirling kamu itu.”

Rania mengangguk. “Makasih ma.”

“Ngomong-ngomong soal mirip, mama rasa beneran ada kok yang mirip sama si Panpan itu.”

“YiFan mama, bukan Panpan.” Rania mulai merengek.

“Iya itulah. Kalau mama nggak salah ingat, namanya Ivan, anaknya Pak Haji Mukmin ketua RW 5. Rumahnya di blok sebelah.”

“Ivan?” Rania mengernyit.

“Iya bener Ivan. Dia baru pulang Jakarta. Ada kerjaan di sana. Cakep deh beneran mama nggak bohong. Mirip bener sama si Topan itu. Agak monyong juga gitu.”

“MAMA!!! YIFAN NGGAK MONYONG!!!” seru Rania jengkel.

“Oh ya? Mama lihatnya agak monyong gitu.” Si mama hanya mengedikkan bahu tanda tidak terlalu peduli dengan keadaan bibir idola anaknya itu.

Rania hanya bisa tertunduk pasrah. Kedua kakinya ia kosel-kosel di lantai, sebal setengah mati dengan ucapan mamanya.

“Nah kenapa kamu enggak kenalan aja sama si Ivan ini? Anaknya baik, sopan, tinggi, pinter, cakep lagi. Kemarin mama sudah ketemu dia waktu arisan RW di rumah Pak Haji Mukmin. Percaya deh sama mama, produk ‘lokal’ juga ga kalah bagus sama yang di luar negeri. Sekali-sekali dong mencintai produk dalam negeri.”

“Mama pikir dia barang pakai di kasih embel-embel produk dalam negeri.” Rania mengacak-acak rambutnya frustasi.

“Maksud mama itu dia juga kalah sama idola kamu itu. lagian namanya juga mirip, YiFan sama Ivan. Pasti kalau di Indonesia panggilannya jadi sama-sama Ipan hihihihihi.”

Rania mendengus.

“Mending kamu nilai sendiri aja orangnya. Habis ini dia mau kesini antar nastar pesanan mama. Kebetulan ibunya Ivan itu pinter banget bikin nastar, jadi mama pesen deh.”

Rania mendelik. Namun sebelum ia mengajukan protes bel rumah sudah berbunyi pertanda ada orang yang sedang bertamu ke rumah mereka.

Rania menoleh ke arah mamanya yang hanya memberi isyarat pada Rania untuk membukakan pintu sambil tersenyum manis.

Merasa tidak ada pilihan, dengan langkah berat Rania berjalan ke pintu depan untuk membukakan pintu. Dan untungnya Rania tidak pingsan mendadak melihat apa yang tersaji di depannya.

Seorang laki-laki dengan tinggi menjulang berdiri di depannya. Dengan memakai sweater hitam bergambar monyet cokelat serta lambang ‘LOVE’ bertuliskan ‘BWCW’ warna putih. Terlihat sangat tampan dan lucu secara bersamaan.

Ia tersenyum menampilkan gigi putihnya yang rata beserta sedikit gusi bagian atasnya. “Permisi mbak, apa benar ini kediaman Ibu Darsono?”

Rania mematung.

Ya Tuhan katakan ini mimpi.

“Mbak… mbak…” Laki-laki itu melambaikan tangannya di depan wajah Rania.

Rania yang masih dalam keadaan shock segera tersadar. “Eh… iya… iya benar ini rumah Ibu Darsono.”

Secara reflek Rania merapikan bajunya yang hanya memakai kaos longgar kumal dan celana pendek bergambar Angry Birds.

Sial, aku juga belum sikat gigi. Sial. Sial. Sial.

Laki-laki itu tersenyum kembali, lalu mengulurkan tas plastik yang sedari tadi dipegangnya. “Ini nastar pesanan ibu. Bilang saja dari Bu Hj Mukmin.”

Rania mengambil tas plastik tersebut dengan tangan agak gemetar.

“Maaf mbak merepotkan. Saya sedang agak terburu-buru jadi saya titipkan mbak saja ya nastar untuk Ibu Darsono.”

Rania mengangguk pelan. Dengan sedikit pelan Rania memberanikan diri untuk bertanya. “Permisi dengan mas siapa ya ini?”

Ya Olympus kenapa mirip sekali jdsfdgfksjdfjksdfhskdjlfhlskd.

“Oh ya saya lupa, saya Ivan mbak anaknya Bu Hj Mukmin.” Laki-laki itu mengulurkan tangan kepada Rania.

Rania menyambut uluran tangan itu dengan tatapan masih tidak lepas dari wajah tampan laki-laki itu.

“Rania…” ucapnya lirih. “Mas Ivan yakin namanya bukan Kris?”

“Apa?” wajah laki-laki itu bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Rania.

“Ah… Oh… tidak… bukan apa-apa. Terima kasih mas nastarnya, nanti Rania sampaikan sama mama.”

“Iya mbak sama-sama. Saya permisi dulu mbak kalau begitu. Assalamualaikum.” Pamitnya pergi.

“Waalaikumsalam…”

Dan tiba-tiba saja kepala Rania terasa berat, dan semua gelap.

***

 

Note: Ada yg punya temen namanya Ivan?

mirip KRIS nggak?

LOLOLOLOL xD

credit photo from here

yopiyoll


Filed under: one shot, original fiction

Viewing all articles
Browse latest Browse all 585

Trending Articles