Quantcast
Channel: saladbowldetrois
Viewing all articles
Browse latest Browse all 585

[One Shot] Hide and Seek

$
0
0

Hide-and-Seek-Game2

Hitori kakurenbo – Hide and Seek by Yourself

Hiroto berjingkat pelan agar suara langkahnya tidak diketahui. Dia mengintip ke dalam kamar kakaknya, Tora, yang sedang ramai dipenuhi dengan para sahabatnya. Hiroto mengenal mereka. Satu kakak yang cantik seperti seorang perempuan bernama Shou, satu orang lainnya bertubuh kurus dan pucat yang biasa dipanggil Saga, dan seseorang berwajah kekanakan bernama Nao. Keempatnya duduk berdekatan di atas tempat tidur Tora yang sempit. Menggunakan mata kanannya, Hiroto berusaha melihat apa yang sedang dilakukan oleh mereka.

Merasa ada yang memperhatikan, Saga melirik ke arah pintu kamar. Matanya beradu dengan mata Hiroto. Hiroto kecil langsung bergeser dan berlari ke kamarnya. Derap langkahnya berbunyi kencang. Dia ketahuan.

“Kenapa dia belum tidur?” tanya Shou.

“Tidak tahu. Mungkin mau ke toilet. Nao! Suaramu terlalu kencang!” jawab Tora lalu menyalahkan sahabatnya yang lain.

Nao hanya tertawa kecil.

Hiroto sangat penasaran. Ini bukan pertama kalinya rumah mereka kedatangan tamu untuk menginap tapi sejak kemarin Hiroto merasa Tora dan kawan-kawan menyembunyikan sesuatu. Seperti kemarin sore, sebelum berkumpul di rumah, keempatnya ada di taman bermain kecil yang tak jauh di belakang rumah. Ketika Hiroto bertanya apa yang mereka lakukan, Tora hanya menatap Hiroto tajam dan bermuka masam. Hanya Shou yang lebih ramah menanggapi Hiroto “Hiroto pulang saja ya. Nanti kita bermain di rumah”. Kadang-kadang Hiroto berharap kakaknya adalah Shou, bukan Tora.

Setelah memastikan suasana tenang, Hiroto kembali menuju kamar Tora. Dia langsung terjatuh ketika mulai menempelkan telinga di daun pintu.

“Oy! Sedang apa kau? Anak kecil tidur saja!” Tora ada di depan pintu berwajah galak.

Hiroto meringis sambil mengelus-elus tangannya yang terbentur lantai saat jatuh tadi.

Oniichan1 sedang apa?” tanya Hiroto takut-takut.

“Bukan urusanmu! Sekarang kembali ke kamar dan tidur!”

Hiroto bersungut-sungut. Dia berdiri perlahan. Matanya terus mengawasi kamar Tora. Ketiga sahabat kakaknya itu masih duduk di posisi yang sama. Dan..

“Apa yang kau lakukan pada Mogu!” teriak Hiroto.

Hiroto langsung menerobos masuk setelah melihat boneka beruang kesayangannya yang bernama Mogu ada di tempat tidur. Dirinya bertambah terkejut, tidak hanya melihat Mogu, ada benda-benda lain yang kemudian mengganggu perasaannya. Tiga pisau mainan, satu buah pensil, benang merah, jarum, beras yang ditempatkan di mangkuk kecil, dan gelas kecil yang berisikan air. Dia tahu apa yang akan mereka lakukan. Umurnya masih 8 tahun dan lebih muda 6 tahun dari ketiga orang di kamar, tapi dia tahu apa itu.

Oniichan??” tanyanya getir.

“Makanya tidur saja!” bentak Tora.

“Tapi Mogu…” dia hampir menangis.

Tora diam sejenak.

“Ayolah Pon! Kau sudah besar..” Padahal tadi dia menyebut adiknya masih kecil.

“Jangan panggil aku Hiropon!” protes Hiroto.

“Baiklah. Hiroto. Aku dan teman-temanku hanya akan bermain-main sebentar. Dan kami perlu Mogu-mu.  Tapi ini bukan mainan untuk anak seusiamu. Jadi kembalilah ke kamarmu dan tidurlah. Aku tidak ingin Mama dan Papa terbangun” Tora mencoba melunak.

Hiroto diam.

“Aku ikut atau aku akan berteriak membangunkan mereka” kali ini bocah kecil itu berani mengancam.

Tora menghela nafas panjang. Dia menoleh kepada teman-temannya yang hanya bisa mengangkat bahu.

“Baiklah. Tapi jangan ribut!”

Hiroto mengangguk pasti.

 .

Hiroto hanya bisa melihat pasrah ketika Saga dengan kasarnya membelah perut Mogu. Saga  membuang dakron yang mengisi perut Mogu.

“Beras!” pinta Saga.

Nao menyodorkan mangkuk yang dipegangnya, dengan hati-hati Saga memasukkan beras ke dalam perut Mogu.

“Aku tidak bisa memasukkan benang ke dalam jarum. Tora-chan nyalakan lampunya!” Shou sedang melakukan tugasnya.

“Aku saja yang nyalakan!” kata Hiroto mencoba mengambil peran.

Arigatou ne, Hiropon!”  ujar Shou lembut sambil tersenyum manis.

Tora memandang adiknya sebal.

“Baiklah. Saga-chan kemarikan Mogu!” kata Shou yang sudah berhasil memasukkan benang merah ke dalam lubang jarum. Dia bersiap-siap akan menjahit perut Mogu yang kenyang dengan nasi.

Ketika hendak mulai menusukkan jarum, Shou memandang Hiroto sebentar. “Maaf ya Hiropon. Kami menggunakan Mogu. Harusnya kami bilang lebih awal. Tapi kami sudah tidak punya boneka seperti ini lagi. Maaf ya.”

“Oy! Cepat jahit saja! Banyak bicara kau!” ujar Tora kesal.

“Sabarlah Tora-chan. Aku hanya meminta izin pada pemilik Mogu.”

Hiroto melirik kakaknya kesal. Kalau Shou adalah kakaknya, dia bahkan rela dipanggil Hiropon.

Shou butuh waktu lima menit untuk menjahit sempurna perut Mogu.

“Baiklah. Ayo!” kata Nao tidak sabar.

Di lantai dua, hanya ada kamar tidur Tora, kamar tidur Hiroto, satu kamar mandi, dan ruang terbuka kecil yang biasa digunakan untuk bermain dan membaca yang letaknya di antara kedua kamar anak laki-laki. Karena terpisah dengan kamar orang tua inilah yang membuat rumah Tora dan Hiroto dirasa tepat untuk melakukan permainan ini. Hitori kakurenbo2.

Suatu hari Saga membaca artikel tentang hitori kakurenbo. Permainan yang cocok bagi seseorang yang kesepian karena tidak punya teman. Atau bagi yang butuh tantangan. Menggunakan benda-benda yang dianggap memiliki pengaruh mistis, hitori kakurenbo telah menyisakan berita-berita misterius yang membuat banyak orang penasaran. Dia lalu mengajak teman-temannya untuk sekedar iseng saja.

“Apakah kita harus menyalakan TV?” tanya Hiroto polos.

Tora mengangguk dan menyuruh adiknya melakukan hal itu. Sebenarnya dia kaget juga sang adik tahu tentang hitori kakurenbo. Mungkin dia pernah melihat di satu acara di televisi.

Jam dinding menunjukkan pukul dua lewat sepuluh menit. Acara televisi sudah tidak ada. Yang tersisa hanyalah guratan hitam putih menyerupai semut yang berkumpul ramai. Mereka lalu menuju kamar mandi. Tora meletakkan Mogu di dalam ofuro3, membuka kran air, dan membiarkan Mogu terendam sempurna.

“Oke. Siap?” tanya Tora.

Keempat bocah lainnya mengangguk.

“Tora. Saga. Shou. Nao. Hiroto. Kami yang pertama. Kami yang pertama!”

Setelah mengucapkan itu, kelimanya langsung berlari ke dalam kamar Hiroto. Dalam hati mereka berhitung sampai sepuluh. Suasana sepi. Mereka memutuskan untuk kembali ke kamar mandi. Saga lalu mengambil Mogu dari dalam ofuro

“Mogu, aku menemukanmu! Mogu, aku menemukanmu!” kata Saga sambil langsung menusuk Mogu dengan pisau mainan. Hitori kakurenbo membutuhkan suatu bentuk yang bertangan dua dan berkaki dua yang tidak memiliki hubungan perasaan dengan para pemainnya.

Kelimanya lalu tertawa pelan sejenak.

“Cepat! Cepat!” mereka langsung berlari kembali. Kali ini yang dituju adalah kamar Tora.

Nao dengan gugup memberikan mereka air yang rasanya asin kepada ketiga temannya dan Hiroto. Kabarnya ini sebagai penangkal hawa jahat yang mungkin saja muncul.

“Bagaimana selanjutnya?” bisik Nao.

“Tidak terjadi apa-apa. Ayo kita berhitung sampai sepuluh lagi dan kembali kepada Mogu.”

“Bagaimana kalau sekarang kita pergi ke sana sendiri-sendiri!” tantang Saga.

Kaki Hiroto gemetar. Dia terus memegang lengan Tora erat.

“Bocah ini tidak akan melepaskanku!” kata Tora kesal.

“Baiklah aku dan Shou duluan!” timpal Nao.

Semua mengangguk setuju.

Nao dan Shou keluar ruangan bersama. Di tangan mereka sudah siap dua bilah pisau mainan yang siap dihujamkan kepada Mogu. Dari dalam kamar, Saga, Tora, dan Hiroto menahan nafas, penasaran apa yang akan terjadi.

Suasana hening.

DUK! DUK! DUK! DUK!

Terdengar suara derap langkah terburu-buru. Jantung Hiroto seakan melompat keluar.

Oniichan..” bisiknya.

Tora hanya meletakkan telunjuk di bibir tanda agar adiknya itu diam.

DUK! DUK! DUK! DUK! DUK! DUK! DUK! DUK!

Derap langkah terdengar lebih kencang dan lebih panjang.

DUK! DUK! DUK! DUK! DUK! DUK! DUK! DUK! DUK! DUK! DUK! DUK! DUK!

Diliputi penasaran, Saga menuju pintu kamar dan hendak membukanya.

“Sialan! Siapa yang mengunci!” erangnya.

Tora langsung bangkit dari persembunyiannya. Knop pintu diputar-putar. Sia-sia, tidak bisa dibuka.

“SHOU! NAO!” teriak Tora.

Tidak ada tanggapan dari luar. Tora terus berusaha membuka pintu.

-

Sementara itu di dekat kamar mandi, Shou dan Nao yang sudah bersiap ‘memberi kejutan’ pada Mogu justru yang mendapat kejutan. Kran air sudah terbuka dan air mengucur deras. Tidak ada Mogu di dalam ofuro, yang ada hanya seutas benang merah dan bulir-bulir beras yang berhamburan. Di pinggir ofuro dan di lantai kamar mandi, ada bercak-bercak darah.

“Apa ini?” tanya Nao.

Shou diam sambil terus memperhatikan darah yang sepertinya menuju ke suatu tempat. Shou mengikuti bercak itu sampai ke luar.

“Shou! Di mana Mogu?” Nao terus bertanya.

Shou terus mengikuti jejak darah. Langkahnya sempat terhenti di depan televisi. Layar tiba-tiba berubah menampilkan siaran berita.

“Ini..berita tadi malam pukul sembilan.” Ujar Nao, kakinya gemetaran.

Shou terus memandang layar lalu tiba-tiba menoleh ke belakang. Terdengar suara derap langkah yang begitu kencang. Langkah itu menuju lantai satu. Dia berdiri dan mencari jejak darah.

“Tangga..”

“Apa katamu?” Nao sudah mulai ketakutan.

“Kau cari Mogu! Aku akan ke bawah!”

“Tapi..”

“Cepat!”

Nao berlari menuju kamar mandi mencari Mogu. Wajahnya menyemburatkan rasa frustrasi. Dia mencoba menutup kran air yang tak kunjung berhenti aliran airnya. Derit pintu terdengar. BLAM! Pintu kamar mandi tertutup, menghalau teriakan Nao dari dalam.

Shou, mengumpulkan tenaganya, menjejakkan kaki ke anak tangga menuju lantai satu. Bayangannya pun terus menghilang.

-

 “Oniichan..” desis Hiroto.

“Diam kau!”

“Itu..” Hiroto mendekati Tora, memberikan isyarat. Di atas tempat tidur, di dalam kamar Tora, Mogu yang basah tergeletak di sana. Pisau tusukan Saga masih ada di perutnya.

“Sialan!” maki Tora.

Dia terus memutar knop  dan kali ini berhasil dengan mudah. Tubuhnya dan tubuh Saga terjatuh. Hiroto langsung lari menyusul mereka.

“Cepat ke kamar mandi!” teriak Saga.

“Pon ikut Saga! Aku akan ke bawah membangunkan mama papa!” perintah Tora.

Saga menarik Hiroto dan berlari ke kamar mandi. Mereka mencari Mogu yang sebelumnya ada di dalam ofuro. Juga mencari Shou dan Nao. Tidak ada siapa-siapa. Tidak ada apa-apa. Ofuro terlihat kering dan bersih.

“Sialan! Shou! Nao! Jangan bercanda!” Saga tak hentinya memaki.

Mata Hiroto sudah berkaca-kaca. Dia sempat melihat cermin di dinding. Kakinya mundur selangkah. Suaranya tertahan. Sebelum sempat mengadu dan berteriak, Saga sudah menariknya keluar mengajak mencari Tora.

Ketika melewati  ruang di mana televisi berada, Saga yang ingat mereka sempat menyalakan televisi terkejut menghentikan langkah dan menatap televisi yang sudah mati.

“OY!” teriak Saga frustrasi.

Suasana begitu hening dan sepi. Semua lampu sudah sengaja mereka matikan tujuannya agar suasana tambah mencekam. Suara derap langkah terdengar pelan dari dalam kamar Tora, tempat mereka bersembunyi sebelumnya. Kemudian terdengar pula suara pintu berderit. Saga dan Hiroto langsung melonjak kaget ketika televisi kembali menyala dengan layar dipenuhi bintik-bintik dan garis garis hitam.

Krieeett krieeett krieett

Kali ini dari arah tangga terdengar bunyi derit yang parau.

Oniichan?” panggil Hiroto.

Bunyi deritan bertambah besar.

Saga menggandeng tangan Hiroto, keduanya memberanikan diri menuju kamar Tora. Dengan kasar, Saga membuka pintu kamar lebar-lebar. Dia mencari Mogu. Boneka itu sudah tergeletak di bawah kakinya.

“Dia.. berjalan?” Hiroto berbisik.

“Sialan!” kata Saga. Dia lalu mencari sebuah pensil yang sudah diraut tajam. Diambilnya Mogu dan ditusuknya lagi.

“Mogu aku menemukanmu! Mogu aku menemukanmu! Aku menang! AKU YANG MENANG!” Saga berinisiatif mengakhiri permainan yang beride dari dirinya.

“Cepat Pon! Kau tusuk Mogu! Ambil apa saja yang sepertinya tajam!” perintah Saga.

Sempat ragu, Hiroto menuruti perintah Saga. Dia mengambil pulpen Tora yang ada di meja belajar.

“Cepat!” Saga terus berteriak.

Hiroto ragu kembali. Saga telah menyudahi permainan, tapi kakak dan kedua temannya belum kembali. Kalau dia juga menyudahi permainan ini, maka..

“Cepat, bocah!

“Mogu aku menemukanmu! Mogu aku menemukanmu!” teriak Hiroto. Air matanya kali ini tidak terbendung.

Saat dia menusuk Mogu dengan pulpen, telinganya berdengung keras.

“AAAAAAA!!! SAKIITTT!! ONIIIIICHAAAN!!” jerit Hiroto sambil memegangi kedua daun telinganya.

“Oy! Hiroto! Kenapa?”

Hiroto terus menjerit sambil menutup mata. Entah itu adalah suatu bayangan atau kenyataan, dia melihat Mogu. Sebelum isi perutnya diambil, sesudah dijahit benang merah. Dia melihat bayangan seseorang menonton televisi dan memainkannya dengan cara menekan tombol power untuk menyalakan dan menghidupkannya. Hiroto melihat kaki Tora dan pula kaki Shou yang bersegera turun ke lantai bawah tapi kakaknya itu belum sempat mencapai anak tangga terbawah karena.. lalu dia melihat Nao yang gemetar mencari keberadaan Mogu yang tidak terlihat di dalam ofuro.

“Oy! Hiroto!” Saga terus memanggil Hiroto yang terus meringkuk kesakitan.

Jam dinding menunjukkan pukul tiga.

.

.

=Selesai=

.

.

Glossary :

  1. Oniichan = kakak laki-laki (Bhs. Jepang)
  2. Hitori kakurenbo = hide and seek by oneself. Silakan baca di sini untuk sedikit informasinya.
  3. Ofuro = bak mandi, biasa untuk mandi berendam (Bhs. Jepang)

 .

.

Cerita ini kutulis atas ide dari @Harucchi18 yang sempat diminta di Salad Bowl Fan Fiction Challenge. Terima kasih sudah mengizinkanku membuatnya :)

Bagi yang belum tau, mereka berlima ini adalah member dari band Visual Kei tapi sekarang udah macam boyben aja gayanya dari Jepang, Alice Nine. Tora adalah favoritku dan cintaku <3 <3

Eniwei, aku tunggu saran dan kritik kalian.

Much love, Opat.

tora hiroto

Tora – Hiroto


Filed under: fan fiction, one shot Tagged: Alice Nine, Hiroto, Nao, Saga, Shou, Tora

Viewing all articles
Browse latest Browse all 585

Trending Articles